JAKARTA, derapguru.com — Pengamat pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi Santoso Wignyosukarto, menilai keunggulan Kurikulum Merdeka terdapat pada relaksasi mata pelajaran.
Keleluasan yang diberikan bagi satuan pendidikan dalam menyusun materi pembelajaran di sekolah dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kearifan lokal pada masing-masing daerah.
“Dengan relaksasi ini, gurunya jadi lebih kreatif daripada dulu yang materinya seragam seluruh Indonesia. Mereka dapat mengambil pembahasan masalah dari hal-hal lokal, budaya lokal, kearifan lokal, dan mungkin juga bisa kerja sama dengan UMKM yang ada untuk belajar kewirausahaan,” jelas Budi.
Budi melanjutkan, dengan memasukkan permasalahan di lingkungan sekitar dalam pembelajaran, para siswa diharapkan menjadi lebih senang ketika belajar sehingga tertarik mempelajari dan mencintai daerahnya.
“Sekolah harus memahami apa yang dibutuhkan di daerahnya saat ini dan mendatang dalam menyusun Kurikulum Merdeka ini. Saya pernah ketemu dengan siswa SMP Negeri 5 Yogyakarta mereka senang karena dapat mengembangkan kreativitasnya,” ucapnya.
Sebagai contoh, para pendidik bisa mengajak para siswa melihat jenis flora dan fauna yang ada di sekitar untuk mempelajari ekosistem kawasan. Selanjutnya, siswa tersebut diminta untuk meneliti dan mendeskripsikan mengapa flora dan fauna tersebut dapat hidup di daerahnya.
“Ini cara belajar kearifan lokal. Dalam Kurikulum Merdeka mereka diharapkan menjadi ahli-ahli di daerahnya, termasuk memahami budayanya sendiri,” ucap Budi.
Meski memberikan kebebasan, Budi meminta kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan pengawasan kepada satuan pendidikan dalam menyusun Kurikulum Operasional.
“Jangan sampai keluar dari nilai-nilai kebangsaan, kesatuan bangsa toleransi dan mencintai pembangunan berkelanjutan. Tetapi kurikulum inti, mata pelajaran dasar tetap harus diperhatikan,” tegasnya. (med/za)