Home > D’Opini > Program Kampus Mengajar: Penghalang atau Solusi?

Program Kampus Mengajar: Penghalang atau Solusi?

Fitri Yulianti

Mahasiswa S3 Ilmu Pendidikan Bahasa 
Universitas Negeri Semarang
dan
Dosen Universitas PGRI Semarang


Kenyataan bahwa Indonesia berada pada peringkat 74 dari 79 negara pada bidang literasi dan numerasi di tahun 2018 membuat kita terhenyak! Serendah ini ternyata minat baca anak-anak kita. Harus ada langkah lebar dan bermakna untuk segera menyelamatkan anak-anak bangsa. Kekhawatiran ini bak dirasakan dan kemudian disambut baik oleh Bapak Nadiem Anwar Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Beliau yang akrab disapa “Mas Mentri” pada tanggal 9 Februari 2021 meluncurkan program Kampus Mengajar (KM) yang menjadi salah satu dari berbagai program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan oleh Kemendikbud RI.

TUJUAN awal dari pelaksanaan KM adalah untuk membantu pembelajaran di masa pandemi COVID-19, terutama untuk SD di daerah 3T (terluar, terjauh, terdalam) yang mengalami dampak paling parah. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di seluruh wilayah di Indonesia dengan “terpaksa” harus dilaksanakan secara dalam jaringan (daring) atau online, sedangkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk belajar daring seperti Zoom, Google Classroom, Google Meet, ataupun Google Drive masih belum lazim dipakai pada awal pandemi.  Kesulitan menyediakan sarana belajar ini tidak hanya dirasakan oleh pihak sekolah, namun juga oleh orang tua. Tidak semua orang tua memiliki perangkat dan paket data yang menjadi sarana belajar daring. Imbasnya adalah transfer ilmu menjadi kurang maksimal.

Pemerintah kemudian mengambil inisiatif untuk memberdayakan para mahasiswa dari semua kampus yang bernaung di bawah Kemendikbudristek dari berbagai rumpun ilmu untuk mengambil posisi berkontribusi mengatasi masalah ini. Harapannya adalah supaya para mahasiswa yang sedang menimba ilmu di kampus masing-masing dapat menjadi mitra guru dan sekolah dalam mentransfer ilmu dan mengembangan model pembelajaran, juga supaya mereka dapat menumbuhkan kreativitas serta inovasi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga berdampak pada penguatan pembelajaran literasi dan numerasi di sekolah.

Sasaran program kerja KM adalah pada penguatan kemampuan literasi dan numerasi para siswa di sekolah penugasan. Setelah penguatan literasi dan numerasi semakin kokoh, pelaksanaan KM 6 mengalami penambahan fokus program kerja, yaitu alih teknologi untuk siswa SD dan SMP. Pada program KM 7 yang akan dibuka pendaftarannya pada tanggal 1 November nanti, SMK se-Indonesia menjadi sekolah penugasan.

Dalam program KM ini saya berposisi sebagai dosen pembimbing lapangan (DPL) sekaligus koordinator MBKM di jurusan tempat saya mengajar. Kegiatan saya sebagai DPL adalah mendampingi dan memantau kegiatan para mahasiswa yang dilaporkan dalam logbook harian dan laporan mingguan yang diunggah ke web https://kampusmerdeka.kemdikbud.go.id/. Selain memantau melalui sistem, saya pun turut hadir di sekolah-sekolah penugasan dan menyaksikan sendiri betapa penuh perjuangan para mahasiswa peserta KM untuk dapat melaksanakan KBM di sekolah. Sedangkan sebagai koordinator MBKM di kampus, saya membantu pimpinan program studi (prodi) untuk mengonversi mata kuliah bagi mahasiswa dari prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang lolos seleksi program MBKM.

Tugas-Tugas Mahasiswa Selama Program Kampus Mengajar

Peserta yang lolos seleksi sebagai peserta KM tidak semuanya berasal dari jurusan pendidikan sehingga banyak mahasiswa yang menyampaikan kalau mereka kesulitan saat awal mengajar di sekolah. Mereka kemudian dengan cepat belajar dan beradaptasi dengan dunia pendidikan di sekolah penugasan.  Para mahasiswa kemudian menyusun program kerja yang sejalan dengan misi, visi, serta kebutuhan sekolah dengan tetap menjunjung tinggi amanah dari pemerintah terhadap KM yang sedang berlangsung. Seringkali mereka menghabiskan waktu seharian hingga petang untuk mengajar dan di sore harinya mendampingi belajar para siswa yang masih mengalami kesulitan dalam literasi dan numerasi. Mereka juga bisa setiap saat diminta menjadi pelatih dadakan untuk lomba-lomba yang akan diikuti sekolah, seperti Pesta Siaga, OSN, lomba dalam rangka perayaan hari raya keagamaan, dsb.

Pada KM 1 dan 2 yang berlangsung di masa pandemi, para mahasiswa mendatangi rumah-rumah para siswa untuk melaksanakan KBM dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat demi memberikan layanan KBM secara tatap muka. Sistem klaster pun diterapkan di sini. Salah satu rumah siswa yang letaknya berdekatan dengan beberapa siswa lainnya dipilih sebagai pusat KBM. Dalam 1 kelas dibuat ada 2 atau 3 klaster yang dikunjungi secara berurutan selama 1 minggu penuh di sekolah penugasan. Tak jarang jarak antara klaster 1 dan klaster lainnya letaknya berjauhan. Jalan yang dilalui juga kadang masih berbatu, berlubang, dan licin berlumpur. Semuanya ini mereka jalani untuk dapat menyapa para siswa yang sangat antusias menunggu kehadiran kakak-kakak mahasiswa. Kegiatan ini berlangsung selama 16 sampai 20 minggu (4 – 5 bulan) masa penugasan di sekolah. Durasinya kurang lebih sama dengan masa kuliah 1 semester di kampus.

Untuk memudahkan akses internet selama belajar dengan sistem klaster, para mahasiswa menyampaikan kalau mereka menggunakan tetring (hotspot melalui paket data) sendiri dengan menggunakan dana pribadi. Terkadang karena lokasi klaster berada di pegunungan yang sulit mendapat sinyal, mereka harus pindah lokasi belajar demi mendapatkan sinyal yang lebih kuat.  Hal ini dilakukan demi lancarnya program belajar sehingga para siswa yang belajar secara klaster ini tetap semangat dan nyaman.

Ketika Indonesia telah memasuki masa new normal, pelaksanaan KBM telah berubah menjadi tatap muka di sekolah. Para mahasiswa harus siap saat sekolah membutuhkan tenaga mereka untuk mengajar ektra kurikuler atau pembimbing persiapan lomba-lomba yang akan diikuti siswa. Mereka akan menyiapkan materi pelajaran dan atau bentuk-bentuk latihan soal untuk persiapan lomba dalam rangka memaksimalkan persiapan lomba yang akan diikuti oleh siswa. Di akhir pekan, mereka akan mengevaluasi pelaksanaan program kerja yang telah dilaksakan seminggu kemarin, mencari solusi jika ada kendala, dan menentukan proker tambahan apa yang akan dilaksanakan seminggu ke depan serta program kerja apa yang harus tetap dipertahankan untuk terus dilakukan. Setiap 2 minggu sekali, para mahasiswa akan melakukan sharing session bersama DPL untuk melaporkan kegiatan mereka, secara luring saat DPL berkunjung ke sekolah, ataupun daring melalui platform tertentu.

“Hadiah” yang Diberikan Pemerintah untuk Para Peserta Kampus Mengajar, Kampus, dan DPL

Pemerintah telah memperkirakan kalau mahasiswa akan banyak menghabiskan waktunya di sekolah penugasan untuk mengajar, memberikan bimbingan belajar khusus untuk para siswa yang belum lancar membaca, menulis, dan berhitung, serta membantu banyak kegiatan administrasi di sekolah selaku mitra guru selama 4-5 bulan. Oleh karena itu, pemerintah tidak mewajibkan mahasiswa hadir di kampus asal untuk kuliah. Sebagai gantinya, mereka akan mendapat “hadiah” berupa konversi / rekognisi mata kuliah sejumlah maksimal 20 SKS di semester berjalan.

“Hadiah” lain yang diberikan kepada para mahasiswa yang lolos seleksi KM adalah bantuan biaya hidup bulanan, BPJS, klaim atas tiket trasnportasi bagi mahasiswa yang sekolah penempatannya jauh, sertifikat peserta KM, poin surat keterangan pendamping ijazah (SKPI), UKT sebesar Rp 2.400.000 yang akan diberikan dalam bentuk potongan biaya pada pembayaran kuliah semester depan. Harapan pemerintah dengan diberikannya hadiah-hadiah ini para mahasiswa akan semakin semangat dalam melakukan kegiatan mendampingi siswa dan menjadi mitra guru di sekolah penugasan.

Konversi / Rekognisi Maksimal 20 SKS bagi Mahasiswa Peserta KM

Bentuk penghargaan dari pemerintah berupa konversi maksimal 20 SKS bagi para mahasiswa yang lolos seleksi KM menjadi salah satu daya pikat mahasiswa untuk mendaftar sebagai calon peserta. Pimpinan prodi didampingi koordinator MBKM prodi sebagai pihak yang berkewajiban memberikan nilai akan menentukan jumlah SKS dan mata kuliah konversi dengan beberapa pertimbangan khusus.

Pertimbangan pertama adalah durasi pelaksanaan program MBKM. 20 SKS setara dengan masa penugasan 5 bulan. Artinya, jika program MKBM (dalam hal ini adalah Kampus Mengajar) dilaksanakan selama 16 minggu atau 4 bulan, berarti ada 16 SKS yang dapat dikonversi. Pertimbangan kedua adalah pemilihan mata kuliah konversi. Sebisa mungkin pilih mata kuliah yang tidak bersifat keprodian atau dengan kata lain bukan mata kuliah yang menjadi ciri khas prodi asal mahasiswa. Jika mahasiswa tersebut berasal dari prodi Pendidikan Bahasa Inggris maka tidak diperkenankan untuk mengonversi mata kuliah seperti Grammar, Reading, Speaking, Writing, Listening, dan sebagainya. Sebagai gantinya, dapat dipilih mata kuliah seperti PLP 1, PLP 2, Kewirausahaan, Secretaryship, dan sebagainya. Pertimbangan ketiga adalah capaian pembelajaran mata kuliah (CPMK) prodi yang sejalan kegiatannya dengan kegiatan yang dilaksanakan di sekolah penugasan.

Dengan bekal 3 pertimbangan di atas, pimpinan prodi kemudian menentukan mata kuliah apa saja dan berapa total SKS yang dapat menjadi konversi/rekognisi untuk mahasiswa di semester berjalan. Atau jika mata kuliah konversi ini ada di semester depan, maka mahasiswa yang bersangkutan memiliki “tabungan SKS” dari mata kuliah yang telah dikonversi nilainya di semester depan. Mereka hanya harus membayar paket semester depan, dipotong UKT, namun ada mata kuliah yang telah “diambil dan mendapat” nilai untuk mata kuliah semester depan.

Menyimak paparan di atas, apakah dapat kita ambil simpulan bahwa KM yang dilaksanakan oleh para mahasiswa adalah solusi bagi kesenjangan penguasaan linerasi, numerasi, dan alih teknologi pada generasi muda Indonesia menuju peningkatan dan pembiasaan literasi, numerasi, dan alih teknologi di kalangan anak muda? Ataukan justru sebuah penghalang bagi para mahasiswa yang dengan idealisme mudanya ingin berbakti kepada Ibu Pertiwi namun terhalang dengan aturan konversi yang masih belum bersemuka di beberapa perguruan tinggi dan pada beberapa bapak ibu dosen? (za)

You may also like
Kemeriahan Ramadhan dan Degradasi Literasi dari Menghilangnya “Buku Kegiatan Bulan Ramadhan”
Dosen UPGRIS Tekankan Pentingnya ‘Produk Knowledge’
UKM KSR Latih Warga Batang Bikin Produk Olahan Madu

Leave a Reply