
TANGGAL 2 Mei yang merupakan tanggal lahir bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara yang lahir pada 2 Mei 1889 dikenal karena perjuangannya menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang diskriminatif. Ki Hajar Dewantara, dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah tokoh kunci dalam sejarah pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi semua anak bangsa. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Pemerintah menetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1961.
Cita-cita luhur Ki Hajar Dewantara, adalah menciptakan pendidikan yang dapat menuntun bakat, minat, dan potensi peserta didik untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan yang ia anjurkan juga harus membebaskan dari belenggu penjajahan dan mendorong kemerdekaan lahir batin.
Para ahli meyakini bahwa maju mundurnya suatu bangsa sangat berkaitan dengan mutu pendidikan yang ada. Makin baik mutu pendidikan suatu bangsa akan semakin maju dan sejahtera masyarakatnya. Oleh karenanya, UUD 1945 juga mengamanatkan adanya sistem pendidikan nasional guna menghasilkan Sumberdaya manusia berkualitas untuk pembangunan masyarakat dan memajukan bangsa Indonesia.
Tiga Kementrian
Dalam pemerintahan presiden Prabowo dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, program pendidikan sebagaimana tertuang dalam asta cita poin keempat adalah memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Jika pada masa pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua hanya ada satu kementrian pendidikan bernama Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), kini pada masa pemerintahan presiden Prabowo Subianto dipisah menjadi 3 (tiga) Kementrian, dan masing-masing dipimpin oleh seorang Menteri, yakni Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dan Menteri Kebudayaan (Menbud).
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipimpin oleh Mendikdasmen Abdul Muti memiliki Visi Pendidikan Bermutu Untuk Semua”.
Setiap pemimpin memiliki strategi dan gaya kepemimpinan berbeda. Tetapi ada yang tidak boleh dilupakan, yakni terpenuhinya hak seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan bermutu sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan bukan sekadar langkah untuk kemajuan, tetapi juga sebagai pondasi utama dalam meraih cita-cita bangsa Indonesia dan terwujudnya visi Indonesia Emas 2045.
Dalam rangka refleksi Hardiknas 2025, derapguru.com meminta pendapat guru dan praktisi pendidikan terkait penyelenggaraan pendidikan yang disajikan bersambung. Berikut rangkuman pendapat mereka.
Kurikulum Merdeka
Widyanti SPdSD MPd, Kepala SDN Donan 05 Cilacap, saat diminta pendapat tentang apa kebijakan pendidikan dalam 5 (lima) tahun terakhir yang dinilai cukup baik dan perlu dilanjutkan dalam pemerintahan presiden Prabowo, menyatakan program Merdeka Belajar cukup baik karena memberi ruang bagi guru dan sekolah untuk berinovasi dan fokus pada perkembangan karakter serta literasi-numerasi siswa. Dikatakan pula, Kurikulum Merdeka cukup baik karena mendorong siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat, kreatif, kolaboratif, dan berkarakter. Selanjutnya dikatakan digitalisasi Sekolah dan Platform Merdeka Mengajar (PMM) juga cukup baik karena menjawab tantangan zaman dan memperluas akses pada sumber belajar berkualitas. Berikutnya, Reformasi Dana BOS dan BOS Kinerja juga dinilai baik karena membantu sekolah-sekolah, terutama di daerah, menjadi lebih mandiri dan responsif terhadap kebutuhan. Dan berikutnya program yang diapresiasi dan perlu dilanjutkan menurut Fasilitator Daerah Kepala Sekolah Inovator Tanoto Foundation ini adalah KIP Kuliah dan KIP Sekolah karena membantu siswa dari keluarga kurang mampu untuk tetap bisa bersekolah hingga perguruan tinggi dan meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan.
Tantangan Guru
Apa tantangan guru saat ini dalam upaya newujudkan Indonesia Emas 2045?
Menjawab pertanyaan tersebut, Widyanti yang juga Mentor Guru Pembelajar dan Instruktur Kabupaten Kurikulum SD ini mengungkapkan, bahwa guru perlu terus belajar dan berkembang untuk mengikuti perubahan kurikulum (seperti Kurikulum Merdeka), pendekatan diferensiasi, dan asesmen formatif. Selanjutnya dikatakan, selama ini banyak guru masih terbebani tugas administratif yang menyita waktu untuk mendampingi siswa belajar, seperti menjadi Operator sekolah, bendahara BOS, petugas Aset Simda , dan lain lain. Peraih Medali Emas Teacherlympic PGRI ini juga menyatakan, guru dituntut tidak hanya mengajar pengetahuan, tapi juga menumbuhkan keterampilan 4C: Critical Thinking (berpikir kritis), Creativity (kreativitas), Communication (komunikasi), dan Collaboration (kolaborasi). “karena banyak guru masih terjebak pada metode ceramah dan hafalan karena keterbatasan pelatihan dan budaya belajar konvensional, ujar Kepala Sekolah yang juga pemateri seminar Kamisan SLCC PGRI Jateng” Video pembelajaran berbasis Canva” ini menambahkan.
Selain itu, kata Widyanti, guru harus mampu mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran. Saat ini masih ada digital gap antara guru di kota dan daerah, ujarnya.
Nominator terbaik II tingkat nasional pembuatan video PJJ yang menerapkan unsur pembelajaran Aktif – mikir yang diadakan Tanoto Foundation ini juga menyatakan, bahwa guru harus menanamkan nilai-nilai karakter, toleransi, integritas, gotong royong, dan nasionalisme siswa. Pasalnya, siswa sekarang lebih mudah terpengaruh oleh media sosial dan budaya luar, serta penggunaan HP secara bebas oleh siswa, ujar Widyanti mengingatkan.
Tantangan berikutnya, menurut peraih Juara Terfavorit I Event Nasional Menulis Buku ini, guru-guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) menghadapi kendala besar dari segi fasilitas, akses pelatihan, hingga jumlah siswa. (pur)