
SEMARANG, derapguru.com — Idealnya sebuah kebijakan dilahirkan melalui proses yang ideal pula. Kebijakan lahir harus melalui ketepatan kajian, waktu, kondisi, penyusun, dan pelaksanaannya. Menapikan aspek proses yang ideal tersebut hanya akan melahirkan kebijakan prematur yang berpotensi mengalami kegagalan bahkan sebelum dilaksanakan. Demikian diungkapkan Ketua Pengurus Besar PGRI, Dr Jejen Musfah, MA saat diminta pendapat tentang kebijakan pendidikan yang yang dinilai baik dan harapannya terhadap pemerintahan baru dibawah pimpinan presiden Prabowo Subianto.
“Kebijakan harus dihasilkan melalui kajian yang matang, bukan sekedar titipan pemimpin, kelompok, atau pemilik modal. Hanya karena merupakan janji kampanye misalnya, janji itu tidak bisa langsung bisa dilaksanakan menjadi kebijakan. Kebijakan harus lahir dari kajian mendalam atas masalah-masalah utama Masyarakat, jelas Jejen.
Tunjangan Profesi Guru
Ditambahkan, akan lebih baik jika kebijakan dilahirkan berbasis data, masalah, teknologi-informasi, kecerdasan buatan, sosial, politik, dan ekonomi. Penambahan Tunjangan Profesi Guru (TPG) sebesar Rp500 ribu sehingga menjadi Rp2 juta bagi guru swasta, dan TPG ditransfer langsung ke rekening guru dinilai sudah tepat. “Juga kebijakan penghapusan alumni guru penggerak untuk syarat menjadi kepala sekolah”, imbuhnya.
Dr Jejen yang juga Dosen Magister UIN Jakarta ini menyatakan, kebijakan yang baik tidak dilakukan tergesa-gesa, kajian kebijakan membutuhkan waktu yang cukup. “Pemimpin tidak tergesa-gesa menyampaikan kebijakan baru hanya karena ingin dinilai bekerja cepat namun kehilangan presisi. Mengganti kebijakan juga harus dilandasi kajian kelebihan dan kekurangan kebijakan lama, dan optimis rasional bahwa kebijakan baru lebih baik”, bebernya.
Akademisi yang hobby menulis selanjutnya mengapresiasi kebijakan presiden Prabowo Subianto tentang sekolah rakyat, dengan tujuan yang sangat mulia, namun diingatkan agar perencanaan dan desainnya harus cukup waktu. “Melaksanakannya di tahun 2025 bukan waktu yang tepat. Perlu persiapan dan perencanaan yang matang”, pesannya.
Jejen juga menyoroti kebijakan pemerintah menghapus nilai raport untuk jalur prestasi ke kampus negeri dan menggantikannya dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA). “Alasannya guru memanipulasi nilai rapor. Pemerintah tidak percaya kepada guru. Bukankah guru direkrut dan disertifikasi oleh pemerintah? Ironis bukan?”, tanya Jejen kritis.
Pria kelahiran Juli 1977 yang pernah menjadi Staf Ahli Komite III DPD RI ini mengingatkan agar kebijakan yang menyerap dana besar tidak sembarangan diterapkan dalam situasi ekonomi bangsa yang tidak baik. “Misalnya, makan bergizi gratis sangat bagus, namun kurang tepat waktu karena pemerintah sedang melakukan penghematan di hampir semua kementerian dan lembaga’, ujar Jejen memberikan argumen. “MBG dinilai mubazir. Pada 2025, anggaran MBG berpotensi mencapai Rp171 triliun”, tambah Jejen mengingatkan.
Lebih lanjut dikatakan, penyusun kebijakan juga harus dipilih berdasarkan sistem merit sehingga menguasai subtansinya dan menghasilkan kebijakan yang baik. “Orang-orang di sekitar menteri harus para ahli, mulai dari wakil menteri, penasihat ahli, staf ahli, sekretris jenderal, direktur jenderal, direktur, dan lain sebagainya”, urainya.
Pembelajaran Coding
Jejen meyakinkan, orang-orang yang tepat atau ahli akan merumuskan dan mendesain kebijakan dengan baik. Kebijakan disusun dan direncanakan secara profesional bukan asal-asalan. Desain yang baik akan menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Jejen kemudian menyoroti contoh kebijakan, bagaimana desain pembelajaran coding? Apakah para guru dan siswanya mampu dan siap?
Diingatkan, tahap paling krusial adalah implementasi kebijakan. Bagaimana sosialisasi, kesiapan pelaksana, ekosistem, dan kelengkapan fasilitas pendukung kebijakan. Suatu kebijakan cocok di suatu daerah namun belum tentu cocok di daerah-daerah lainnya. Indonesia negara kepulauan yang berbeda-beda dalam keuangan, sarana, prasarana, pendidik, budaya, bahasa, dan kebijakan.
Kebijakan pendidikan Indonesia menghadapi tantangan disparitas dan keanekaragaman tersebut. Suatu kebijakan berhasil di suatu wilayah namun bisa gagal di wilayah-wilayah lainnya. Maka diperlukan kajian yang matang bahkan alternatif-alternatif kebijakan yang bisa melayani keragaman tersebut.
Untuk itu, pesannya, pemimpin harus bersedia mendengar segala kritik dari masyarakat. Bukan membungkamnya. Kritik bukan tanda kebencian terhadap individu dan pemerintah namun bukti kecintaan terhadap bangsa dan negara.
MBG Bagus, Namun Perlu Evaluasi
Prof Dr Cecep Darmawan, Guru Besar UPI, kepada derapguru.com menyebutkan beberapa kebijakan Pendidikan yang dinilai cukup baik dalam beberapa tahun terakhir. Diantaranya adalah Akselerasi Pendidikan bagi guru, komitmen memenuhi anggaran Pendidikan minmal 20%, Sertifikasi guru, Bea siswa afirmatif, peningkatan kesejahteraan guru dan dosen. Kemudian juga adanya modernisasi sebagian kampus negeri dengan fasilitas dan sarpras yang memadai. “Meski bertahap dan belum selesai semuanya, kita perlu apresiasi kebijakan yang baik”, ujarnya.
Guru besar yang memiliki 10 gelar akademik ini mengingatkan, bahwa anggaran Pendidikan minimal 20% selama ini implementasi belum tepat sasaran. “Harusnya anggaran 20% itu tidak termasuk gaji guru dan dosen, sehingga kebutuhan diluar gaji bisa ditambahkan”, ujarnya.
Diminta pendapat tentang Kurikulum Merdeka, Prof Cecep menyatakan bagus dan fleksibilitas, tetapi kurang baik pada perencanaan, sehingga implementasinya juga tidak optimal.
Tentang program MBG, Prof Cecep mengapresiasi sebagai program yang baik, namun perlu evaluasi, agar tidak terlalu membebani anggaran. “Mungkin program ini khusus untuk anak-anak dari keluarga tidak mampu dan jangan merepotkan sekolah”, ujarnya.
Agar tidak terlalu banyak pihak dilibatkan, Prof Cecep mengusulkan dana MBG diserahkan saja ke orang tua siswa tetapi ada panduannya. Dan agar tidak nyampah di sekolah, tempat makannya juga dari bahan yang harus dibawa pulang. “Kalau orang tuanya sendiri yang masak, kan lebih tahu selera anaknya, dengan standar yang ditetapkan”, ujar Prof Cecep memberi Solusi.
Sekolah Unggul dan Sekolah Rakyat
Diminta pendapat program Presiden Prabowo Subianto yang berencana membuat dua sekolah jenis baru yaitu sekolah unggulan dengan nama ‘SMA Garuda’ dan Sekolah Rakyat. Prof Cecep menyatakan, itu program sekolah unggul itu program yang baik. Namun ia diharapkan pemerintah tidak hanya focus ke satu sekolah. “Jangan focus ke satu sekolah saja, secara bertahap harus mengarah ke semua sekolah menjadi unggul dan merata di semua daerah”, pesannya.
Tentang Program Sekolah Rakyat, Prof Cecep mengapresiasi Upaya pemerintah memberikan layanan Pendidikan bermutu bagi seluruh rakyat. Tetapi menurutnya juga harus dengan perencanaan dan persiapan yang matang, agar hak seluruh warga negara memperoleh Pendidikan bermutu dapat terpenuhi. “Karena Sekolah rakyat ini Boarding School, pembiayaannya melalui Kemensos dan berada dibawah pemda setempat. Perlu koordinasi yang baik”, jelasnya.
Prof Cecep mengingatkan agar sekolah yang regular juga mendapat perhatian dan fasilitas sesuai kebutuhan. Sementara belum bisa membangun di semua wilayah, ya bertahap. “Atau sementara dengan alternatif sekolahnya di sekolah reguler, tapi pulangnya ke asrama”, ujar prof Cecep. (pur)