
SEMARANG, derapguru.com —Tanggal 2 Mei yang merupakan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ini didasarkan pada Keputusan Presiden RI nomo 67 tahun 1961, sebagai wujud penghormatan dan penghargaan tertinggi bangsa kita atas jasa dan perjuangan Ki Hajar dalam dunia pendidikan. Filosofi Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal adalah Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Masih relevankah filosofi tersebut untuk pendidikan di Era Milenial, era digital, dan kemajuan IT yang luar biasa saat ini?
Guru Besar Universitas PGRI Semarang, Prof. Dr. Harjito, M. Hum menegaskan, filosofi yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut masih sangat relevan. Menurut Prof Jito, begitu panggilan akrab beliau, filosofi bukan sesuatu yang berdiri mandiri tanpa ada keterkaitan dengan dunia atau budaya yang melingkupinya. Filosofi tersebut bukan hanya berkaitan dengan budaya Jawa, tetapi juga tepat untuk Indonesia. Memang kemudian perlu penerjemahan dan penjelasan yang lebih komplet, terutama untuk mereka yang bukan Jawa. Termasuk diskusi yang mendalam jika kita hendak menyingkap lebih jauh.
Yang berikutnya memang perlu contoh-contoh yang konkret dan nyata.
Kehadiran contoh atau “tuladha” tadi lebih dominan dibanding yang lain. Hal ini juga berkembang lebih jauh karena banyaknya “template” yang dapat diperoleh melalui banyak aplikasi. “Dalam amatan saya, ketika kita diberi contoh atau “template” semua pekerjaan dapat dengan mudah diselesaikan, ujar Prof Jito menjelaskan.
Sekolah Rakyat
Diminta pendapat tentang program MBG, sekolah unggulan, dan sekolah rakyat dalam pemerintahan Presiden Prabowo, Prof Jito mengaku setuju dan mendukung progam tersebut.
“Mengapa saya sepakat? Saya termasuk yang merasakan betapa tidak enak menjadi orang miskin, tidak punya uang saku untuk bisa jajan di kantin apalagi makan siang. Makan pagi juga tidak. Bukan hanya perut yang keroncongan pada saat menerima pelajaran, tetapi juga rendahnya kepercayaan diri, ujar prof Jito menjelaskan. Ditambahkan, Jika perut terisi, tentu menangkap pelajaran menjadi lebih nyaman dan sehat.
Sementara itu, program sekolah rakyat dan sekolah unggulan menurut Prof Jito membidik target yang berbeda, tetapi kesemuanya bertujuan menyiapkan generasi Indonesia yang hebat di masa mendatang. SDM Unggul dan generasi Indonesia yang hebat bisa terwujud kuncinya adalah Pendidikan Bermutu, Ujar Prof Jito menegaskan.
Program MBG, Sekolah Unggul dan Sekolah Rakyat adalah upaya nyata untuk membangun dan menyiapkan SDM Unggul dan generasi Indonesia yang hebat, tegasnya.
Indonesia Emas 2045
Program MBG, Sekolah Unggul dan Sekolah Rakyat dalam upaya mewujudkan bermutu untuk semua, atau pendidikan bermutu yang merata bagi seluruh rakyat merupakan upaya pemerintah memenuhi hak seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pendidikan bermutu. ini sangat relevan dengan upaya mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, ujar Prof.
Jito yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas PGRI Semarang ini menjelaskan. Visi Indonesia Emas 2045 ini dapat terwujud dengan syarat-syarat tertentu yang dipersiapkan sejak sekarang dan kemarin, tambahnya.
Dijelaskan, pengertian Indonesia emas itu adalah Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia, di percaturan global. Kekuatan ekonomi itu tentu sebagai produsen, bukan sebagai konsumen. Baik sebagai produsen maupun konsumen, kita sebagai masyarakat, rakyat, bangsa, dan negara Indonesia mesti memiliki nasionalisme Indonesia dan kepercayaan diri.
“Bahkan sebagai konsumen pun mesti bersikap sebagai konsumen yang cerdas. Misalnya, kita bisa memboikot atau menolak dengan tegas produk atau kebijakan yang merugikan rakyat serta negara Indonesia, Ini merupakan kekuatan yang menakutkan dunia,” jelas Prof Jito.
Ditegaskan, kekuatan ekonomi dan kecerdasan tersebut dibangun dan dikembangkan melalui pendidikan yang melatih dan mengembangkan ilmu, pengetahuan, serta ketrampilan di masa mendatang. Oleh karena itu, pendidikan yang bermutu dan merata bagi seluruh rakyat sangat sangat penting dan hal ini memiliki relasi kuat dengan program MBG, sekolah rakyat, serta sekolah unggulan.
Untuk program MBG, Prof Jito menambahkan pendapatnya, perlu mempertimbangkan sasaran yang tepat, maksudnya sasaran itu bisa murid, bisa sekolah yang memang sangat perlu dengan program MBG. “Untuk sekolah elite, misalnya, apakah relevan dengan program ini?, tanya prof jito menguatkan argumennya.
Selanjutnya, terkait dengan sekolah unggul, sekolah rakyat dan sekolah reguler, menurut Prof. Jito dalam pembelajaran dan implementasinya, penguasaan dan pemanfaatan teknologi sangat penting. Mulai dari tingkat sederhana hingga canggih, misalnya AI seperti sekarang ini, ditambah dengan memadukannya dengan kearifan lokal yang sangat kaya di Nusantara ini, ujar prof Harjito mengakhiri pendapatnya. (pur)