PEKALONGAN, derapguru.com – Salah satu tradisi unik yang tak boleh Anda lewatkan ketika menghabiskan masa lebaran di Kota Pekalongan. Salah satunya adalah ngalap berkah lupis raksasa yang beratnya mencapai hitungan kuintal untuk satu buahnya. Lupis raksasa ini rutin hadir di Kota Pekalongan, tepatnya di wilayah Krapyak setiap kali memasuki masa lebaran.
Gambaran tentang lupis raksasa pemersatu masyarakat Kota Pekalongan tersebut disampaikan oleh Ketua PGRI Kota Pekalongan, Mabrurii, saat mengisi acara “Bincang Ramadan Bareng PGRI Jateng” di Up Radio Semarang, Senin 10 April 2023. Hadir pula dalam kesempatan tersebut ketua PGRI Kabupaten Pekalongan, Rejo Herbeno, untuk berbagai ruang siaran.
“Tradisi Lupis Raksasa dilaksanakan setiap tanggal 8 Syawal. Biasanya ada banyak warga kabupaten lain yang datang, kadang dari Batang, Pemalang, Tegal, hanya untuk berebut potongan pertama lupis raksasa. Yang mendapat senang sekali, karena dipercaya membawa berkah,” urai Mabrurii.
Lupis adalah makanan khas Indonesia terutama daerah Jawa. Lupis berbentuk bulat memanjang seperti lontong terbuat dari beras ketan yang dimasak lalu dibungkus dengan daun pisang. Di wikayah Krapyak Pekalongan, lupis sudah menjadi makanan turun-temurun sejak lampau yang terus dijaga hingga sekarang.
“Untuk membuat lupis raksasa, dibutuhkan waktu yang lama, pembuatannya tidak bisa sebentar, prosesnya bisa memakan waktu lima hari. Supaya tidak kehabisan bahan, mulai hari ini masyarakar sudah mulai berburu beras ketan. Saya sendiri juag sudah mulai pesan dari wilayah pedesaan,” tandas Mabruri.
Lebih lanjut Mabruri menuturkan, untuk bisa menghasilkan lupis yang bagus bukan hanya kualitas beras keran dan cara pengolahannya saja. Daun pisang pembungkusnya pun harus berkualitas. Daun pisang yang berkualitas bisa menghasilkan lupis dengan tekstur warna hijau menawan.
“Kalau daun pisangnya asal-asalan, biasanya tekstur warnanya akan kemerahan. Daun pisang yang bagus adalah daun pisang dari jenis pisang klutuk. Jadi bukan hanya berburu beras ketan saja, kami juga harus rebutan untuk bisa mendapatkan daun pisang klutuk,” tandas Mabruri.
Sementara itu, terkait dengan nuansa bulan Ramadan, Mabruri menuturkan bahwa ibadah puasa itu ibadah yang kompleks. Ibadah untuk ajang latihan. Latihan untuk menahan rasa lapar dan dahaga, latihan untuk menahan kesabaran, dan latihan untuk menahan hawa nafsu. Bulan ini juga menjadi bulan untuk memperkuat rasa solidaritas dan empati.
“Karena itulah, saya mengingatkan diri sendiri, keluarga, dan rekan-rekan, untuk menggunakan ramadan ini ajang latihan. Latihan menahan lapar dahaga, menahan kesabaran, menahan hawa nafsu, untuk la’alakum tattakun,” tutur Mabruri. (za)