JAKARTA, derapguru.com – Daya hidup bahasa daerah di Tanah Air sangat memprihatinkan. Tidak ada satu pun bahasa daerah yang daya hidupnya naik. Uraian memprihatinkan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kemendikbudristek, E Aminuddin Aziz, di Jakarta, Senin 3 Oktober 2022.
“Jumlah bahasa daerah kita yang teridentifikasi sebanyak 718 bahasa. Pada 2018, sebanyak 11 bahasa daerah hilang. Pada 2021, kami melakukan kajian daya hidup bahasa daerah, ternyata memprihatinkan,” ujar Aminuddin.
Menurunnya daya hidup bahasa daerah juga telah menjadi fenomena global. Setiap dua pekan hilang satu bahasa daerah, dan dalam 30 tahun ada bahasa ibu yang mati. Dalam kajian yang dilakukan, bahasa daerah yang melemah dulu berada di Indonesia bagian timur, sekarang mulai masuk ke Indonesia bagian barat.
“Kami melakukan kajian terhadap 24 bahasa daerah. Daerah yang melemah, kalau dulu ada di Indonesia bagian timur, sekarang juga terjadi di Indonesia bagian barat,” kata dia.
Lebih lanjut, Aminuddin menuturkan, pengguna bahasa daerah yang terbesar adalah Jawa dengan pengguna aktif sebesar 99 juta pengguna. Lapis kedua bahasa Sunda, dengan pengguna aktif 48 juta pengguna. Dalam dua tahun terakhir, pengguna bahasa Sunda menyusut 2 juta.
Kemendikbudristek juga melakukan revitalisasi bahasa daerah dengan melakukan pendekatan yang berbeda. Mulai dari menjadikan bahasa daerah sebagai muatan lokal hingga memperbolehkan penggunaan bahasa daerah bagi kelas satu, dua dan tiga SD.
“Penggunaan bahasa daerah diperbolehkan di sekolah, terutama di daerah pinggiran,” katanya.
Selain itu, ada pembelajaran dengan menggandeng para maestro di daerah tersebut. “Dengan adanya program revitalisasi bahasa daerah, dimungkinkan untuk dilakukan dengan pembiayaan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” ujarnya. (za)