LIBURAN panjang akhir tahun pembelajaran di sekolah banyak dipakai oleh peserta didik untuk berlibur baik di rumah, mengujungi saudara di luar kota, atau mengunjungi destinasi wisata sesuai dengan yang diminati. Dalam suatu kesempatan, penulis melihat banyak anak-anak yang mengunjungi Pondok Seni dan Budaya Budiharjo Borobudur, tepatnya di Museum Sasono Guno Roso. Mereka terlihat mengamati satu demi satu wayang-wayang dari berbagai daerah yang menjadi koleksi museum.
“Kegiatan libur ini sangat positif. Saya berusaha untuk memberikan pengalaman nyata. Biar nanti ketika masuk sekolah ada yang bisa ditulis,” tutur seorang ibu yang mendampingi anaknya, ketika berbagi dengan penulis. Pernyataan lugas dan polos menandai tanggung jawab orang tua akan tanggung jawab anaknya yang harus diselesaikan.
Sebagai orang tua, rupanya ibu tersebut sangat memahami, pada saat anaknya masuk sekolah, ada sesuatu yang didapatkan selama liburan. Terlebih lagi gurunya, juga memberikan tugas untuk menuliskan pengalamannya selama liburan untuk dipresentasikan di depan kelas.
Ibu tersebut juga sangat peka dengan memilih museum sebagai wisata edukasi, karena selama ini museum sering diasumsikan hanya sebagai tempat penyimpanan benda-benda kuno yang kesannya kadang sangat menyeramkan. Dengan mengajak anaknya ke museum, akan membuka cakrawala anaknya, bahwa museum dapat menjadi wisata edukasi dan menimba ilmu yang tak pernah kering untuk digali sampai tingkat kedalamannya.
Memberi Motivasi
Mengamati realitanya, banyak peserta didik yang sulit menuliskan pengalaman selama libur. Mereka yang kesehariannya, hanya berkutat di sekitar rumah saja, biasanya menyebut dirinya tidak memiliki pengalamaman. Sebagai guru, penulis berusaha seoptimal mungkin memotivasi mereka untuk terus menorehkan pengalaman atau ide sekecil apapun melalui tulisan.
Menulis dapat dilakukan oleh siapa saja. Menulis perlu dilakukan dengan pembiasaan terus menerus. Konsep belajar trial and error atau belajar mencoba dari berbagai kesalahan apabila dilakukan dengan kesabaran dan ketekunan nantinya akan menuai keberhasilan.
Tanpa mengenal lelah penulis sebagai guru terus menstimulasi motivasi mereka untuk menorehkan pengalamannya selama libur melalui tulisan. Pengalaman yang dialami tersebut tidak perlu dibatasi. Bebas untuk diekspresikan. Entah pengalaman membantu orang tua di rumah, membantu pekerjaaan orang tua, bekerja sambilan, berkunjung ke rumah sahabat, membaca di perupusatakaan, latihan seni pertunjukan tradisional di desanya, dan banyak pengalaman lainnya.
Motivasi untuk mereka masih sangat dibutuhkan, baik itu motivasi dari dalam diri mereka sendiri (intrinsik) maupun dari luar (ekstinsik) yang dapat menstimulasi semangat mereka. Dengan memberi motivasi, peserta didik akan terus memiliki energi positif untuk terus melakukan target kerja sesuai dengan tujuan awal.
Pengalaman liburan yang sudah ditulis tersebut, tagihanya selain dikumpukan, mereka juga wajib untuk mempresentasikan di depan kelas. Tujuan dari pembelajaran tersebut, selain mereka menggali pengalaman libur, juga untuk melatih agar memiliki kompentsi percaya diri dan berani tampil di depan publik. Model pembejaran tersebut dikenal dengan pembelajaran kontekstual yang mengorelasikan materi pembelajaran yang dipelajari dengan lingkungan keseharian peserta didik (Andri Afriani, 2018).
Sebenarnya dalam libuaran sekolah, semua bentuk pengalaman personal dapat menjadi objek tulisan menarik. Liburan tidak harus berkunjung ke objek-objek wisata dengan biaya mahal. Apabila diamati, anak-anak akan merasakan pengalaman berbeda ketika seharian berada di rumah, dikomparasikan dengan hari-hari efektif sekolah. Manakala mereka berada di rumah, tentu merasakan suasana berbeda, yaitu dapat merajut relasi harmonis dalam kehangatan bersama keluarga.
Penulis sempat tertegun ketika membaca curahan hati pengalaman mereka setelah liburan semester lalu. “Selama beberapa hari aku di rumah. Aku dapat merasakan kehangatan keluarga yang jarang kurasakan. Hari-hari itu kulalui bersama keluarga dengan penuh keceriaan. Aku memutuskan libur semester ini tidak pergi kemana-mana. Aku ingin membantu orang tuaku bekerja. Pagi hari aku sudah membantu pekerjaan rutin ibuku, seperti mencuci pakaian, bersih-bersih rumah, setrika, menyirami bunga, dan masih banyak pekerjaan yang aku lakukan dengan ikhlas. Sore harinya aku membantu pekerjaan ayahku merapikan arsip-arsip artikel di perpustakaan pribadinya. Kadang juga ikut liputan budaya dan menari di hotel. Kebetulan ayahku berprofesi sebagai wartawan kebudayaan juga seniman….”
Pada saat anak-anak sekolah dengan berbagai kegiaan yang menyita waktu, kadang banyak pekerjaan rumah yang tidak sempat dilakukan. Pekerjaan-pekerjaan kecil yang biasa dilakukan kadang luput dari perhatian. Tentunya apabila hal tersebut distimulasi kembali, diyakini akan dapat menjadi pengalaman berkesan yang tidak akan terlupakan selama hidupnya.
Tanpa disadari anak-anak sebenarnya merasakan kerinduan kepada orang tuanya. Mereka rindu disapa, rindu untuk sekadar diperhatikan, atau rindu untuk sekadar merasakan sebagai anak yang ingin tinggal bersama keluarga di rumah. Tidak lebih dari itu. Tentunya simpul-simpul keingingan anak-anak tersebut perlu mendapat perhatian dari orang tua juga guru di sekolah.
Ada juga anak-anak yang pernah berbagi dalam refleksi tulisannya. Selain melakukan aktivitas di rumah, ia juga bergabung di karang taruna kampung untuk latihan seni tari. Ia berkeyakinan dengan menari akan menjadikan lebih percaya diri dan kepekaan estetisnya semakin terasah.
Liburan sekolah kiranya perlu menjadi momentum tepat untuk melatih ranah afeksi dan sosialitas dalam keluarga serta menguatkan budaya srawung (bergaul) dengan lingkungan sekitar yang nantinya dapat menjadi bekal mereka untuk hidup bermasyarakat.
Peran Strategis
Pada prinsipnya orang tua di rumah memiliki peran strategis sebagai rekan belajar dan diskusi untuk anak-anaknya. Kesediaan anak-anak untuk belajar sering kali tergantung dari situasi dan kondisi yang mereka alami di rumah. Kerja sama antara orang tua dengan lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dengan harapan segala sesuatu yang diberikan oleh lembaga pendidikan memiliki keberlanjutan dengan yang dialami anak-anak selama di rumah.
Pendampingan orang tua di rumah tidah hanya terkait dengan bidang akademis, namun juga nonakademis, seperti etika, sosialitas, atau menambah wawasan pengetahuan anak-anak di luar rumah. Dengan memberikan contoh pada perilaku normatif atau santun bermasyarakat sudah merupakan kontribusi besar orang tua dalam memberikan bekal kepada anak-anak.
Dengan demikian, peran guru sebagai fasilitator perlu lebih diaktualisasikan untuk membatu peserta didik merefleksikan pengalamannya. Kolaborasi guru dan orang tua mendampingi peserta didik dapat meneguhkan pribadi mereka dalam mengolah pengalaman hidupnya yang tentunya sangat berguna untuk masa depannya.
Penulis
Drs Ch Dwi Anugrah MPd
Guru Seni Budaya
SMK Wiyasa Magelang