KENDARI – Komisi X DPR RI meminta pemerintah untuk membangun unit-unit sekolah baru di Kawasan 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, saat memimpin Kunjungan Kerja Reses Komisi X di Kendari, Sultra, Selasa 25 Oktober 2022.
Hetifah menjelaskan bahwa alokasi untuk pembangunan sekolah-sekolah baru yang dimiliki oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) cukup besar. Maka kekurangan-kekurangan sekolah di Kawasan 3T, seperti wilayah Sultra ini, mestinya juga dapat segera teratasi.
“Saya yakin melalui dana alokasi khusus yang nanti bisa diusulkan melalui daerah. Ini pemerintah pusat juga wajib hukumnya untuk memberikan support,” ungkap Hetifah.
Terlebih lagi, lanjut Hetifah, untuk daerah-daerah yang terpencil, banyak lulusan SMP, tetapi belum memiliki Sekolah Menengah Atas ataupun SMK. Tentu bila pemerintah daerah sudah memiliki lahan dan terbukti bahwa memang itu sangat dibutuhkan, maka bisa segera meminta untuk dibangunkan sekolah baru.
“Kita juga bisa membuat Panja Sarpras untuk menjamin bahwa pembangunan infrastruktur pendidikan itu tetap berjalan baik dan ada sinkronisasi dan harmonisasi antarkomisi maupun antarkementerian dan lembaga sosial,” tambah Hetifah.
Hetifah menuturkan, persoalan perbaikan infrastruktur sekolah memang pelik, mengingat kebijakan untuk mengatur hal ini ada di Kemen PUPR, tidak pada Kemendikbudristek langsung. Kemen PUPR juga tidak berelasi langsung dengan Komisi X, melainkan berelasi dengan Komisi V DPR RI. Akibatnya, penanganan sarpras sekolah dirasa kurang cepat dan hanya mengandalkan alokasi-alokasi dana dari pemerintah daerah.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR Andi, Muawiyah Ramly, menilai perlu solusi taktis di samping koordinasi lintas komisi. “Supaya kita mengusulkan kepada Ketua DPR agar meminta kebijakan diskresi tentang pembangunan infrastruktur sekolah itu dikembalikan lagi kemitraannya itu ke Komisi X. Itu mungkin salah satu cara untuk mengatasi hal ini, karena sudah tiga tahun kami dapat keluhan dari kepala sekolah di daerah bahwa macam-macam, enggak bisa diperbaiki,” pungkasnya. (za)