
Agenda: Seminar 120 Doktor UPGRIS Reporter: Tim Redaksi
SEMARANG, derapguru.com — Penulisan jurnalistik berangkat dari fakta, bukan opini. Seorang jurnalis dilarang keras menambahkan opini dalam penulisan berita
Konsep elementer inilah yang ditekankan oleh Ahli Jurnalistik PBSI UPGRIS, Dr Agus Wismanto MPd, saat memberikan materi dalam Seminar 120 Doktor UPGRIS yang mengambil topik: Penguatan Keterampilan Story Telling Jurnalistik Digital Pelajar-Mahasiswa pada Era Artificial Intelegence, Sabtu 29 Juli 2023.
“Berita itu berbasis fakta. Bila muncul opini, munculnya dari narasumber. Jadi yang beropini itu narasumber, bukan jurnalisnya. Opini narasumber yang kemudian ditulis seorang jurnalis akan berubah jadi fakta, yakni: faktanya ada orang beropini,” tegas Dr Agus Wismanto.
Dr Agus Wismanto–yang sampai saat ini masih menjadi berposisi sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Derap Guru ini–menambahkan, bahwa memang ada perubahan tren dalam penulisan berita dari yang bersifat hardnews menuju softnews. Perubahan ini dipicu oleh Tom Wolfe dengan gagasan tulisan yang dikatakannya “like a novel”.
“Aliran jurnalistik ini sering disebut sebagai Jurnalisme Sastrawi. Tulisannya sekarang dikenal sebagai feature. Meski tulisan feature seperti tulisan fiksi (karena menyerupai novel, red), feature tetaplah harus berisi fakta. Jurnalis dilarang keras beropini,” tutur Dr Agus Wismanto.
Dalam seminar menarik tersebut, dihadirkan pula Sastrawan Nasional yang juga seorang Kritikus Sastra, Dr S Prasetyo Utomo MPd. Selain malang-melintang sebagai sastrawan dan kritikus, S Prasetyo Utomo juga menjadi salah satu Dosen Luar Biasa di Prodi PBSI UPGRIS.
Dalam uraiannya, S Prasetyo Utomo menangkap juga adanya perubahan tren penulisan yang lebih mengarah seperti orang bercerita. Ada story telling dalam berita-berita kekinian dalam media-media mainstream. Dan gaya-gaya penulisan seperti inilah yang sekarang banyak mewarnai media-media nasional.
“Era tulisan stright news mulai digantikan tulisan-tulisan model story telling. Tulisan-tulisan model story telling ini jauh lebih menarik dan diterima oleh masyarakat luas,” tutur S Prasetyo Utomo.
Berita-berita yang ditulis mirip story telling ini, lanjut S Prasetyo Utomo, bisa memberi kesempatan bagi masyarakat untuk menangkap informasi dengan cara yang berbeda. Cara-cara ini bisa menghindarkan pembaca dari penulisan berita lama yang cenderung kaku dan membosankan.
“Penulisan dengan story telling ini bagus untuk penulisan produk media massa, baik karya jurnalistik yang mengedepankan fakta, maupun karya non-jurnalistik yang mengedepankan opini, ekspresi, dan imajinasi,” pungkas S Prasetyo Utomo. (za)