Home > BERITA > BPIP dan BRIN Dukung Frasa ‘Tunjangan Profesi’ Dalam RUU Sisdiknas

BPIP dan BRIN Dukung Frasa ‘Tunjangan Profesi’ Dalam RUU Sisdiknas

BRIN BPIP

JAKARTA, derapguru.com – Badan Pembinaan Ideologi Pancasilan (BPIP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendukung munculnya frasa “Tunjangan Profesi Guru” dalam RUU Sisdiknas. Informasi tersebut disampaikan oleh Ketua PB PGRI, Prof Dr Unifah Rosyidi, setelah melakukan diskusi dengan Dewan Pengarah BPIP Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto dan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Selasa 11 Oktober 2022.

“BPIP dan BRIN mendukung langkah PGRI memperjuangkan frasa ‘Tunjangan Profesi’ muncul dalam RUU Sisdiknas yang nanti akan menjadi UU Sisdiknas,” tutur Prof Unifah kepada derapguru.com.

Prof Unifah menuturkan, bahwa dalam beberapa revisi RUU Sisdiknas yang awalnya perkara tunjangan profesi guru muncul dalam batang tubuh undang-undang. Akan tetapi pada perjalanannya, Prof Unifah merasa heran karean pasal yang mengatur mengenai tunjangan profesi tiba-tiba hilang dari draf rancangan terbaru.

“Kami akan terus memantau dan memperjuangkan frasa tunjangan profesi bisa muncul dalam batang tubuh RUU Sisdiknas. Semua elemen PGRI kami minta terus siaga dan mengawasi draf RUU Sisdiknas yang bisa saja disodorkan pada Baleg DPR RI,” tanda Prof Unifah.

Lebih lanjut, Prof Unifah menuturkan, BPIP dan BRIN juga meminta masyarakat luas untuk terus memastikan pelajaran Pancasila menjadi muatan wajib bagi semua jenjang pendidikan. Pendidikan pancasila dalam RUU Sisdiknas muncul sebagai mata pelajaran wajib dalam pasal 80 dan 81 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta pasal 84 untuk pendidikan tinggi.

Paham

Ketua PGRI Jawa Tengah, Dr Muhdi, memberikan dukungan penuh kebijakan PB PGRI untuk terus memperjuangkan masuknya frasa ‘Tujangan Profesi’ dalam RUU Sisdiknas. Masuknya frasa tersebut akan menjadi jaminan dari pemerintah untuk para guru, bahwa mereka untuk tidak akan menghilangkan tunjangan profesi.

“Perjuangannya sama, dari daerah kami mendukung penuh perjuangan PB PGRI dalam hal RUU Sisdiknas,” tutur Dr Muhdi.

Dalam berita sebelumnya, Dr Muhdi menyampaikan bahwa PGRI dapat menjangkau semangat perubahan yang diusung pemerintah. Hanya saja, bila perubahan itu dilakukan dengan menggabungkan 3 undang-undang, mengapa dalam rancangan undang-undang perubahan itu, justru banyak hal-hal baik jadi menghilang.

“Bila semangatnya perubahan, perubahan itu sendiri bisa kami pahami. Tapi bila perubahannya dengan menggabungkan 3 undang-undang, mengapa sesuatu yang baik justru hilang. Bila memang mau mengadakan perubahan ya yang baik kita pertahankan,” tutur Muhdi dalam acara talkshow “Ngobr- Us: Ngobrol Update Seputar Pendidikan” yang digagas UP Radio, Kamis 22 September 2022.

Lebih lanjut Muhdi menuturkan, bila selama ini PGRI begitu ramai, itu bukan berarti PGRI tidak mendukung semangat perubahan. Tapi PGRI meminta, perubahan tidak selalu harus menggabungkan 3 undang-undang.

“Ruang pendidikan sangat luas. Menggabungkan 3 undang-undang saja tidak cukup. Ada UU Otonomi Daerah yang juga terkait dengan masalah pendidikan. Kenapa UU Otonomi Daerah turut dilebur sekalian. Jadi, kenapa harus melebur undang-undang bila tetap saja tidak mengatasi masalah,” tandas Dr Muhdi.

Bila UU Guru dan Dosen dilebur karena dianggap eklusif, lanjut Dr Muhdi, ada banyak profesi yang juga memiliki undang-undang secara eklusif. Inilah kenapa pemerintah perlu duduk bersama untuk membenahi yang kurang dan mempertahankan yang sudah baik. “PGRI siap diajak berdiskusi,” tandas Dr Muhdi. (za)

Leave a Reply