JAKARTA, derapguru.com — Jumlah profesor atau guru besar di Indonesia masih rendah. Dari 311.63 dosen aktif di Indonesia, hanya sekitar 2,61 persen yang bergelar Profesor atau Guru Besar.
Fakta tersebut diungkapkan oleh Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Dr Achmad Sani Supriyanto, sebagaimana dilansir dalam laman resmi UIN Malang, Selasa 4 April 2023.
Prof Sani menuturkan, fenomena menyedihkan ini salah satunya terjadi karena para dosen kurang memahami Persyaratan Angka Kredit (PAK). Padahal, PAK diperlukan untuk proses kenaikan kepangkatan ke jenjang yang lebih tinggi, termasuk ke guru besar.
“Aturan yang berlaku saat ini sebenarnya menguntungkan para dosen untuk mempercepat kenaikan pangkat atau jabatan. Sebagai contoh, para dosen bisa langsung mengajukan ke guru besar dari lektor dengan menambahkan empat artikel di Scopus yang dua di antaranya dengan SJR 0,4,” kata Prof Sani.
Bahkan, lanjut Porf Sani, dosen yang sudah menyelesaikan Studi S3 (Doktor) dalam 1 tahun juga dapat mengajukan ke guru besar dengan menyertakan dua karya ilmiah di Scopus dengan SJR di atas 0,1, atau Web Of Science (WoS), JIF 0,05.
“Hanya perlu memenuhi salah satu dari 4 persyaratan tambahan untuk ke Guru Besar, seperti menjadi penguji program Doktor, Pembimbing Program Doktor, atau reviewer di jurnal internasional bereputasi dan menerima Hibah penelitian sebagai ketua di luar hibah disertasi,” tambah Prof Sani.
Kendati demikian, karya ilmiah yang diakui untuk syarat khusus ke lektor kepala dan guru besar harus sesuai dengan keilmuan, memiliki proses review yang baik, tidak ditemukan gaya selingkung yang berbeda di tiap volume, dan cek plagiasi di bawah 25 persen.
Jurnal yang dituju juga harus tidak termasuk predatori, tidak cancelled/discountinued, bukan cloning atau hijack, serta tidak multidisipliner keilmuan.
“Aturan terbaru PANRB, nomor 1 tahun 2023, yang berlaku efektif 1 Juli 2023, akan mengubah mekanisme dan metode penilaian kepangkatan. Para dosen diharapkan untuk segera mengajukan angka kredit yang diperoleh setelah SK terakhir sampai 31 Desember 2022 sebagai pengakuan angka kredit, yang nantinya akan dikonversi menjadi angka kredit yang baru,” tandas Prof Sani. (za)