SEMARANG.DerapGuru – Plagiasi memiliki ragam bentuk dalam ranah penulisan karya ilmiah. Beberapa bentuk plagiasi tersebut ada bentuk yang paling sulit didetaksi sampai yang paling ceroboh dalam memplagiasi. Oleh karena itulah, proses pengecekan plagiarisme dalam penulisan karya ilmiah sangat penting untuk dilakukan.
“Plagiasi yang paling keterlaluan itu Complete Plagiarism. Plagiasi total. Punya orang diakui sebagai miliknya tanpa diutak-atik sedikit pun. Ini keterlaluan banget,” tutur Rawinda Fitrotul Mualafina, Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), saat mengisi acara Seminar Nasional “Membahas Tuntas Plagiarisme” yang digelar Himpunan Mahasiswa (Hima) PBSI UPGRIS, Selasa 20 September 2022.
Lebih Rawinda menuturkan, selain complete plagiarism, ada pula verbatin plagiarism dan mislending atribution. Verbatin plagiarism adalah mengopi kata per kata karya orang lain tanpa menyebutkannya sebagai kutipan. Sedangkan mislending atribution adalah tidak memadai dalam menyebut pihak-pihak yang berkontribusi dalam proses pelaporan karya ilmiah.
“Ada pula replication, repetitive research, dan paraphrasing. Replication itu semacam mengirimkan naskah yang sama dalam beberapa jurnal publikasi ilmiah. Repetitive Research adalah menggunakan data dan metode yang sama untuk penelitian baru tanpa menyebutkan bahwa metode itu pernah digunakan pada penelitian sebelumnya. Sedangkan paraphrasing adalah mengambil teks dari suatu sumber, memparafrasenya tanpa menuliskan sumber, seakan teks tersebut adalah karyanya,” tandas Rawinda.
Di luar itu, lanjut Rawinda menuturkan, masih ada tiga lagi jenis plagiasi, yakni Duplication, Invalid Source, dan Secondary Source. Duplication adalah jenis plagiasi yang menggunakan karya sebelumnya tanpa memberikan informasi bahwa karya tersebut merupakan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Invalid Source adalah jenis plagiasi karena memberi informasi yang tidak memadai mengenai sumber yang digunakan.
“Sedangkan Secondary Source adalah jenis plagiasi karena mengutip sumber tanpa menyebutkan informasi mengenai sumbernya,” tandas Rawinda. (za)