Agenda: Konker PGRI Kota Semarang
Reporter: Tim Redaksi
SEMARANG, derapguru.com — Kondisi para pendidik–dari guru sampai dosen–sebelum ada sertifikasi hidup jauh dari kata sejahtera. Bahkan, pada saat itu dosen di salah satu perguruan tinggi negeri saja sampai ngojek untuk bisa membiayai anaknya kuliah di kota seberang.
Fakta-fakta tersebut disampaikan Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, saat membuka Konferensi Kerja PGRI Kota Semarang yang yang dipusatkan di Ruang Seminar Menara Kampus IV Universitas PGRI Semarang, Jumat 4 Agustus 2023.
“Sebelum ada sertifikasi, dulu ada dosen perguruan tinggi negeri yang sempat viral karena ngojek sepulang mengajar. Gajinya tidak cukup untuk biaya hidup harian sekaligus menguliahkan anaknya di Jogja,” tutur Dr Muhdi.
Berita dosen ngojek itu, lanjut Dr Muhdi, sempat heboh karena muncul di beberapa media massa. Saat diwawancari, dosen itu menjawab apa adanya. Bahwa gajinya habis untuk biaya hidup harian dan membiayai kuliah salah satu anaknya.
“Banyak yang mengejek; dosen kok ngojek? Lalu dosen itu menjawab; piye ora ngojek, wong gajine mung cukup untuk makan. Berita ini heboh sekali. Apa dosen anake ora entuk kuliah?” tutur Dr Muhdi.
Hal serupa juga banyak terjadi pada kalangan guru. Banyak guru yang SK pengangkatan ‘bersekolah’ kemana-mana. Dan pemerintah bukannya memberikan solusi, tapi malah meninabobokan para guru dengan istilah “pahlawan tanpa tanda jasa”.
“Pahlawan kok tanpa tanda jasa. Ini kalau didengarkan enak. Tapi yang menjalani, pahitnya bukan main,” tandas Dr Muhdi sembari menuturkan bahwa hal inilah yang melatarbelakangi PGRI berjuang keras melahirkan UU Guru dan Dosen yang berimbas pada kesejahteraan guru. (za)