
Oleh: Catur Nurrohman Oktavian (CNO)
Derapguru.com
Setiap ada kasus yang menimpa guru, selalu ada pertanyaan dari guru, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ada di mana? Terlebih di jagad medsos yang netizen “selalu benar” dengan segala komennya. Kalimat cibiran, perundungan, tudingan, tuduhan, bahkan cenderung fitnah pada PGRI bersliweran ketika kasus yang menimpa guru menjadi viral. Baru-baru ini terjadi lagi kasus viral yang menimpa Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Cimarga, Lebak Banten.
Kepsek ini dinonaktifkan Gubernur Banten imbas demo ratusan murid sekolahnya. Pasalnya, Kepsek SMAN 1 Cimarga dianggap bertindak sewenang-wenang menampar seorang murid yang kedapatan merokok di kantin sekolah. Menurut kepsek, tindakannya menegur dan menindak murid yang diduga merokok di kantin sekolah sebagai upaya mendisiplinkan siswa karena sekolah merupakan kawasan tanpa rokok (KTR). Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 64 tahun 2015, pasal 5 berisi kepala sekolah, guru, tenaga pendidikan, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan atau mempromosikan rokok di lingkungan sekolah.
Jadi menurut kepsek, tindakan menegur dan mendisiplinkan siswa yang kedapatan merokok sebagai implementasi dari aturan tersebut. Masalahnya, menurut info yang beredar, siswa tersebut ditampar sehingga orang tua siswa pun meradang, dan melapor ke pihak kepolisian setempat. Masalah lain muncul ketika ratusan siswa demo dan mengancam mogok belajar akibat tindakan kepsek tersebut. Berita demo pun viral di jagat maya, dan sampailah ke telinga pejabat pembina kepegawaian setempat. Kepsek pun dinonaktifkan agar situasi kondusif selama pemeriksaan kasus tersebut oleh aparat dan pejabat kepegawaian setempat.
Kasus dinonaktifkan kepsek tersebut karena “mendisiplinkan” siswa yang merokok pun tidak kalah viral di jagat maya. Memicu perdebatan pro kontra dan solidaritas netizen dari kalangan guru dan masyarakat umum. Bila ada kasus serupa, netizen selalu bertanya, di mana PGRI? Mengapa tidak ada pernyataan dari PGRI? Apa tindakan PGRI dalam membela guru/kepsek tersebut? PGRI sibuk memungut iuran saja, mengapa tidak ada tindakan dalam kasus tersebut? Beberapa pertanyaan tersebut biasanya muncul di kalangan netizen saat kasus hukum menimpa guru. Padahal faktanya di lapangan tidak seperti yang ada di pikiran para netizen. Setiap ada kasus yang menimpa guru, selalu saja PGRI ditanya keberpihakannya pada guru, padahal tidak semua guru di Indonesia berpihak dan bernaung pada PGRI. Dari 3 juta lebih guru seluruh Indonesia, yang tercatat sebagai anggota PGRI sekitar 2,5 juta guru. Dari 2,5 juta guru anggota PGRI, yang aktif membayar iuran sebagai kewajiban anggota terhadap organisasi hanya separuhnya. Mengapa PGRI yang selalu dituding tidak membela guru?
Pada kasus yang menimpa Kepsek SMAN 1 Cimarga, PGRI Kabupaten Lebak bersama LKBH PGRI sigap bertindak mengadvokasi kepala sekolah dimediasi oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten, dan Sekda Banten. Hasilnya, PGRI Lebak melaporkan pada 16 Oktober 2025 bahwa pihak orang tua telah mencabut laporannya ke kepolisian, dan ada kesepakatan damai antara kepsek, siswa, dan orang tua siswa. Menurut info dari berbagai sumber, terungkap fakta, bahwa kepsek SMAN 1 Cimarga ini pun tidak terdata dalam data base PGRI. Namun meski tidak aktif sebagai anggota pun, faktanya PGRI Lebak, dan PGRI Provinsi Banten, serta LKBH PGRI pun memberikan dukungan, dan pendampingan pada kepsek tersebut. PGRI menjawab segala tuduhan, dan cibiran para netizen julid dengan kerja nyata.
Apa hikmah yang dapat diambil dari kasus di Lebak dan berbagai kasus lain yang menimpa guru di seluruh Indonesia? Pentingnya para guru dan kepsek menyadari arti berserikat dan berkumpul, berorganisasi dalam PGRI. Puluhan organisasi guru baru yang bermunculan bak cendawan jamur di musim hujan, pun seolah tidak ada artinya di lapangan. Faktanya setiap kasus yang menimpa guru, hanya PGRI yang menjadi sandaran nyata bagi guru dalam memberikan pendampingan dengan pihak terkait. Pemerintah daerah sejujurnya pun merasa terbantu dengan adanya PGRI sebagai mitra strategis mereka dalam upaya perlindungan guru dan peningkatan kapasitas guru. Harusnya semua organisasi guru yang ada dan didirikan saat ini melebur saja dalam satu wadah saja yaitu PGRI. Faktanya memang di akar rumput, hanya PGRI yang selalu ada untuk guru.
Jika semua guru aktif dan bergabung dalam PGRI, maka profesi guru akan solid dan berwibawa. Posisi guru pun akan lebih besar dalam bargaining dengan pihak lain. Sudah saatnya, kaum guru jangan bertanya lagi, apa yang PGRI lakukan? Tapi tanyakan pada diri Anda, apa yang dapat diberikan pada PGRI. Sudahkah Anda sebagai guru menjadi anggota PGRI, dan aktif membayar iuran? Jangan sampai tidak menjadi anggota PGRI namun menuntut lebih dari anggota. Bukankah itu hal yang absurd?
Penulis CNO, guru, kepsek, dan Wasekjen PB PGRI
Ditulis di Karawang, 17 Oktober 2025.




