Ini merupakan hasil riset kami dengan tim yang terdiri atas: Titik Haryati, Rahmat Sudrajat,Valdyan Drifanda, dan Dwi Prastiyo Hadi. Hasil dari penelitian ini kami uraikan dalam bentuk essay yang semoga bermanfaat untuk pembaca.
PENDIDIKAN Pancasila adalah salah satu mata pelajaran penting yang diajarkan di seluruh jenjang pendidikan di Indonesia. Mata pelajaran ini tidak hanya bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan tentang ideologi negara, tetapi juga membentuk karakter dan moral yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Namun, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa capaian pembelajaran Pendidikan Pancasila di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang dikenal sebagai Fase D, masih mengalami ketidakseimbangan dalam aspek pengajarannya.
Penelitian tersebut memetakan capaian pembelajaran Pendidikan Pancasila Fase D berdasarkan Taksonomi Bloom, yang membagi kemampuan belajar siswa ke dalam tiga aspek: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian pembelajaran di Fase D lebih banyak berfokus pada aspek kognitif, dengan distribusi yang berat pada level-level rendah seperti mengingat, memahami, dan menerapkan konsep-konsep dasar Pancasila. Sebagai contoh, dari total capaian pembelajaran yang diidentifikasi, 73% berada di level mengingat, memahami, dan menerapkan.
Meskipun penting bagi siswa untuk memahami dasar-dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, penekanan yang terlalu besar pada aspek kognitif berpotensi mengabaikan aspek lain yang sama pentingnya. Tidak ada capaian pembelajaran yang secara eksplisit fokus pada aspek afektif, yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan sikap positif terkait Pancasila. Ini merupakan kekurangan yang perlu diperhatikan, mengingat pendidikan karakter menjadi salah satu tujuan utama Pendidikan Pancasila.
Aspek psikomotorik, yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam tindakan nyata, juga kurang diakomodasi dalam kurikulum. Hanya terdapat tiga capaian pembelajaran di level psikomotorik, yang sebagian besar berfokus pada kesiapan untuk bertindak dan kemampuan mekanis dalam mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Padahal, aspek ini sangat penting dalam membentuk kebiasaan perilaku positif pada siswa, terutama dalam konteks kehidupan sehari-hari di sekolah dan masyarakat.
Distribusi Capaian Pembelajaran Pendidikan Pancasila Fase D Pendidikan Pancasila Fase D mencakup empat elemen utama yang menjadi dasar pendidikan kebangsaan di Indonesia: Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika (BTI), dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setiap elemen memiliki capaian pembelajaran dengan distribusi sebagai berikut:
1. Pancasila (29%): Terdapat 4 capaian pembelajaran yang menekankan pemahaman dan penerapan nilai-nilai dasar Pancasila. Peserta didik diharapkan mampu menginternalisasi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
2. UUD NRI Tahun 1945 (36%): Sebanyak 5 capaian pembelajaran terkait dengan pemahaman mendalam tentang konstitusi negara. Ini mencakup penguasaan pasalpasal UUD, hak dan kewajiban warga negara, serta prinsip-prinsip demokrasi konstitusional.
3. Bhinneka Tunggal Ika (BTI) (21%): Ada 3 capaian pembelajaran yang fokus pada penghargaan terhadap keragaman budaya dan etnis. Tujuannya adalah mendorong sikap toleran dan inklusif di tengah pluralitas bangsa.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (14%): Sebanyak 2 capaian pembelajaran diarahkan pada kesadaran menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI, menanamkan cintatanah air dan semangat bela negara.
Distribusi Capaian
Pemetaan capaian pembelajaran dalam Pendidikan Pancasila Fase D menunjukkan
ketidakseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang seharusnya
berperan dalam mengembangkan kompetensi peserta didik secara holistik.
1. Aspek Kognitif (73%): Terdapat 11 capaian pembelajaran yang menekankan penguasaan
pengetahuan konsep dasar Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, BTI, dan NKRI. Dominasi
aspek ini menunjukkan pendekatan pembelajaran yang lebih teoritis dengan fokus kuat
pada pemahaman materi.
2. Aspek Afektif (0%): Tidak ada capaian pembelajaran yang difokuskan pada aspek afektif.
Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sikap dan internalisasi nilai-nilai Pancasila
belum diakomodasi dengan baik dalam kurikulum, sehingga peserta didik mungkin
kurang menghayati nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3. Aspek Psikomotorik (27%): Hanya terdapat 3 capaian pembelajaran yang berfokus pada
keterampilan praktis dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila. Jumlah yang terbatas ini
menunjukkan bahwa tindakan nyata belum menjadi prioritas dalam pembelajaran
Pendidikan Pancasila.
Rekapitulasi Capaian Pembelajaran Pendidikan Pancasila Fase D Berdasarkan Taksonomi
Bloom
Capaian Pembelajaran Fase D berdasarkan Taksonomi Bloom menunjukkan
ketidakseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1. Aspek Kognitif: Dari 6 tahapan taksonomi, hanya 3 level yang dicapai:
C1 (Mengingat): 3 capaian pembelajaran, fokus pada mengingat informasi dasar.
C2 (Memahami): 5 capaian, fokus pada pemahaman konsep.
C3 (Menerapkan): 3 capaian, fokus pada penerapan pengetahuan. Tidak ada capaian
pada level C4, C5, dan C6, menunjukkan bahwa aspek analitis, evaluatif, dan kreatif
tidak tercakup.
2. Aspek Afektif: Tidak ada capaian sama sekali, menunjukkan pengembangan sikap dan
nilai-nilai kebangsaan tidak diakomodasi.
3. Aspek Psikomotorik: Dari 5 level, hanya 2 level yang dicapai:
P2 (Kesiapan): 2 capaian, terkait kesiapan bertindak.
P4 (Mekanisme): 1 capaian, terkait tindakan yang lebih kompleks.
Penelitian ini menggarisbawahi perlunya penyesuaian kurikulum Pendidikan Pancasila untuk
menciptakan keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Mengapa hal ini
penting? Karena untuk membentuk generasi muda yang tidak hanya cerdas secara intelektual,
tetapi juga memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, semua aspek
ini harus diajarkan secara proporsional.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mempertimbangkan hasil penelitian ini
sebagai bahan evaluasi dalam pengembangan kurikulum Pendidikan Pancasila yang lebih
holistik.
Kurikulum yang seimbang tidak hanya akan membantu siswa memahami konsep-
konsep penting terkait Pancasila, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai tersebut ke dalamsikap dan perilaku mereka, serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembenahan ini, diharapkan pendidikan karakter berbasis Pancasila dapat lebih efektif dalam membentuk generasi muda yang tidak hanya memahami nilai-nilai ideologi bangsa, tetapi juga mampu hidup dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (za)/