Agenda: Audiensi P1 PPPK dan PGRI Jateng Reporter: Tim Redaksi
SEMARANG, derapguru.com – Sejumlah perwakilan guru passing grade (P1) dalam seleksi PPPK tahun 2021 meminta PGRI agar nasib mereka diperjuangkan oleh organisasi. Permohonan tersebut disampaikan pada saat perwakilan mereka menggelar audiensi dengan PGRI Jawa Tengah, Selasa 17 Oktober 2023.
Ketua Rombongan P1, Sunarto SS, menyampaikan Kelompok P1 seleksi PPPK tahun 2021 yang diberikan jaminan langsung diangkat pada seleksi tahun selanjutnya masih banyak yang terkatung-katung nasibnya. Sunarto menyampaikan, jumlah mereka dari kisaran 10 ribu orang, separuhnya telah diangkat dan meninggalkan separuh lainnya tanpa kejelasan.
“Kami mengikuti proses selaksi masuk kategori P1, tapi kami menunggu 2021 sampai 2023 ini, kebijakan selalu berubah-ubah banyak. Dari kami yang lolos passing grade 10 ribuan, kini menyisakan 4 ribuan orang. Sepanjang audiensi denga eksekutif dan legislatif, tidak ada kejelasan kami dapatkan,” tutur Sunarto.
Sunarto menuturkan, bila pemerintah Jawa Tengah konsisten untuk penyelesaian masalah P1 ini, mestinya masalah mereka sudah tuntas pada tahun 2022 lalu. Tapi karena pemerintah Jateng tidak serius membuka jumlah formasai, maka sampai saat Iini masih tersisa 5 ribuan P1 yang masih menunggu kepastian.
“Kita tidak tahu sebenarnya di Jawa Tengah ini terjadi kemelut apa sehingga hanya membuka 1500 formasi. Padahal pemeintah pusat meminta daerah mengajukan formasi penuh kekurangan guru di Jateng yang mencapai 6 ribuan guru,” tutur Sunarto.
Lebih lanjut Sunarto menuturkan, yang menarik dari 1500 formasi yang diajukan Pemerintah Provinsi Jateng ada keanehan dalam penataan formasinya. Pasalnya, ada formasi guru mata pelajaran tertentu yang sebenarnya telah terpenuhi sejak tahun 2022, tapi masih diusulkan pada tahun 2023.
“Harapan besar kami bersandar pada PGRI Jateng. Ada 4101 orang P1 yang belum mendapat tempat. Mohon dibantu untuk di-clear-kan entah di tahun 2023 atau 2024. Tapi kalau sampai tahun 2025 tetap tidak terselesaikan, kami sudah tidak bisa berkata-kata lagi,” tandas Sunarto.
Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, menuturkan, masalah PPPK 2023 ini bermula karena koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang buruk. Dampak otonomi daerah, pemerintah pusat kehilangan taring ketika harus meminta pemerintah daerah menjalankan kebijakan pusat.
“Pusat dan daerah ini yang tidak nyambung. Kebijakan pusat tidak dijalankan pemerintah daerah. Diminta mengajukan formasi penuh yang jumlahnya mencapai 1 juta guru, ternyata hanya 500an ribu yang diajukan. Awal munculnya P1 kan dari sini. Kalau daerah mengajukan formasi penuh, tidak akan ada masalah. Guru honorer hanya sekitar 600 ribu guru. Sisa formasinta lebih dari kata mencukupi untuk mengangkat guru-guru yang lolos passing grade, sehingga tidak perlu ada P1 dan P lainnya,” tandas Dr Muhdi.
Lebih lanjut Dr Muhdi menyampaikan, kini perjuangan PPPK semakin mengerucut ke kelompok-kelompok kecil. Ada P1 dari sekolah swasta, P1 sekolah negeri, dan P lainnya yang membuat masalah PPPK menjadi kian rumit berbelit. Semua kelompok-kelompok kecil seperti ini tetap akan menjadi fokus perjuangan PGRI agar setiap guru mendapatkan kepastian dan jaminan kesejahteraan yang memadai.
“Sebenarnya tanpa panjengan kesini pun kami perlu berjuang terus untuk mengawal masalah ini. Sejak awal, munculnya PPPK juga kami yang mengusulkan. Ketika timbul masalah-masalah dalam pelaksaannya, tentu PGRI akan terus berjuang agar semua guru bisa mendapatkan kepastian status dan kesejahteraan yang baik,” tandas Dr Muhdi. (za/wis)