JAKARTA, derapguru.com – Kurikulum Merdeka dengan berbagai program Merdeka Belajar, seperti Asesmen Nasional, Rapor Pendidikan, berbagai program pelatihan guru, hingga Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa baru (SNPMB) dapat diterapkan pada semua satuan pendidikan dengan beragam kondisi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo. Anindito menambahkan bahwa Kurikukum Merdeka implementasinya dapat disesuaikan dengan visi-misi dan fasilitas yang dimiliki satuan pendidikan serta kebutuhan belajar murid di seluruh pelosok negeri.
Lebih lanjut Anidito menuturkan fokus pada materi esensial, salah satu karakter utama Kurikulum Merdeka, juga menjadi penggerak upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Karakter itu memberi ruang bagi guru untuk menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran yang dapat diselaraskan dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan belajar murid.
Di sisi lain, karakter tersebut memerdekakan guru dari beban mengajarkan banyak materi. Selain itu, capaian pembelajaran tidak lagi ditentukan per tahun, melainkan per fase, sehingga guru punya waktu yang lebih panjang dalam memahamkan materi pada murid.
“Dengan fokus pada materi esensial dan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru tidak lagi terbebani dengan materi. Sehingga, guru bisa melakukan asesmen awal dan menyesuaikan kecepatan mengajar dengan tingkat kemampuan murid,” jelas Anindito.
Anindito kemudian menjelaskan jika pembelajaran berdiferensiasi juga memberi ruang bagi guru untuk menggunakan beragam sumber belajar, jadi bukan hanya bergantung pada buku teks. Bahkan, guru dapat memilih bab-bab tertentu dari sebuah buku teks atau menggunakan buku teks dari jenjang yang lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan kebutuhan belajar murid.
“Para guru juga diharapkan menggunakan atau memodifikasi berbagai sumber belajar lain selain buku teks, termasuk yang sudah disediakan dalam Platform Merdeka Mengajar,” ujar dia.
Selain fokus pada materi esensial, Kurikulum Merdeka juga memberi waktu khusus untuk pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai Pancasila. Sebab, kata dia, karakter tak cukup hanya dikembangkan melalui pelajaran akademik di kelas.
“Maka ada sekitar 20-30 persen jam pelajaran yang bisa digunakan untuk aktivitas kurikuler melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila,” ungkap Anindito.
Projek penguatan profil pelajar Pancasila sendiri bukan sekadar berfokus pada menghasilkan produk. Kegiatannya pun tidak harus berbiaya besar atau mengandalkan teknologi. Ukuran keberhasilan projek bukan biaya atau kemeriahan kegiatan, tapi pengembangan karakter yang dirasakan oleh murid.
Anindito mendorong para guru dan kepala satuan pendidikan untuk mempelajari lebih lanjut berbagai panduan yang dihadirkan Kemendikbudristek, khususnya Panduan Pengembangan Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan, Panduan Pembelajaran dan Asesmen, Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, dan Tahapan Implementasi Kurikulum Merdeka.
“Pergantian kurikulum bukan soal dokumen dan administrasi semata, tetapi bagaimana kita mendorong perbaikan pembelajaran di kelas untuk semua murid. Oleh karena itu, Kemendikbudrsitek tidak membakukan dokumen-dokumen tertentu,” jelas dia.
“Ibu dan Bapak guru boleh saja menggunakan format yang sudah biasa digunakan dan beragam contoh yang sudah disediakan melalui Platform Merdeka Mengajar,” kata Anindito menambahkan.
Sekolah dan madrasah yang ada di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dapat menjadi contohnya. Dia menyampaikan, banyak praktik baik yang sudah diterapkan madrasah dan sekolah di Lombok Tengah, terutama dalam pembelajaran terdiferensiasi untuk literasi membaca.
“Praktik baik tersebut mencerminkan esensi dari Kurikulum Merdeka, yaitu pembelajaran yang berpusat pada murid,” terang Anindito. (za)