SEMARANG, derapguru.com — Dalam upaya menghimpun gagasan dan pemikiran para pakar Pendidikan dan PGRI tentang visi besar Kemdikdasmen, “Pendidikan Bermutu Untuk Semua” dan bagaimana mengimplementasikannya, PGRI Provinsi Jawa Tengah menggelar FGD dengan menghadirkan tokoh-tokoh pendidikan Jawa Tengah.
FGD bertema “ Arah Kebijakan Pendidikan Kabinet Merah Putih : Pendidikan Bermutu Untuk Semua” digelar juga dalam rangka peringatan HUT ke-79 PGRI dan Hari Guru Nasional tahun 2024. Demikian diungkapkan Ketua PGRI Jawa Tengah dalam sambutan mengawali acara yang digelar di ruang seminar Gedung Pusat Lt 2 Universitas PGRI Semarang, Senin, 25 November 2024.
Diskusi yang mengupas 6 Program Prioritas Kemdikdasmen ini menghadirkan nara sumber yang sangat kompeten, yakni Prof. Dr. Rafik Karsidi, Prof. Dr, Masruki, M.Pd, Prof. Dr. Rustono, M.Hum, Prof. Dr. Ridwan Sanjaya, SE, S.Com, MS IEC, dan H. Widadi, SH , serta para panelis yakni Prof. Dr. DYP Sugiharto, M.Pd, Kons., Drs. Adi Prasetyo, SH, M.Pd, Dr. Sri Suciati, M.Hum, Prof. Dr. Nur Khoiri, MT, M.Pd, Dr. Ari Handayani. Dan diikuti para pengurus PGRI Provinsi Jawa Tengah, APKS, PSLCC, dan undangan lain.
Dr. Muhdi yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI ini selanjutnya mengungkapkan, bahwa hasil diskusi ini nantinya akan dijadikan sebagai masukan kepada pemerintah dan legislative, dan diharapkan menjadi pertimbangan penting pelaksanaan program pendidikan dalam kabinet Merah Putih dapat berjalan optimal.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Dr. Muhdi bahwa Program Prioritas Kemdikdasmen adalah; Pertama, Penguatan Pendidikan Karakter: Meliputi pelatihan bimbingan konseling dan pendidikan nilai untuk guru kelas, peningkatan kompetensi guru BK dan guru agama, pengangkatan guru BK, penguatan karakter tujuh kebiasaan anak Indonesia, serta pemberian makan siang bergizi; Kedua, Wajib Belajar 13 Tahun dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan: Program ini mencakup afirmasi pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, seperti rumah belajar, pendidikan jarak jauh, dan PAUD, serta dukungan bagi relawan mengajar;
Ketiga, Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi, dan Kesejahteraan Guru: Termasuk peningkatan kualifikasi guru minimal ke tingkat D-IV/S-1, pelatihan kompetensi, dan sertifikasi untuk meningkatkan kesejahteraan guru; Keempat, Penguatan Pendidikan Unggul, Literasi, Numerasi, dan Sains Teknologi: Peningkatan literasi dan sains teknologi sejak dini melalui pendidikan matematika, sains, teknologi, pendirian sekolah unggul, dan pengembangan pendidikan vokasi serta pelatihan kejuruan; Kelima, Pemenuhan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana: Difokuskan pada renovasi fasilitas sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan;
Keenam, Pembangunan Bahasa dan Sastra: Termasuk pengembangan bahasa negara, perlindungan bahasa daerah, internasionalisasi bahasa Indonesia, serta peningkatan literasi.
Diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Muhdi tersebut berlangsung sangat menarik, diawali dengan pemaparan materi oleh para nara sumber, dilanjutkan dengan tanggapan para panelis secara bergantian.
Ada Pengkhianatan Terhadap Filosofi Pendidikan
Prof. Dr. DYP Sugiharto selaku panelis mengungkapkan, Pendidikan karakter sebagai hal penting, urgent, strategis untuk pembangunan bangsa ini. Tetapi mengapa pendidikan karakter yang juga ada dalam program pemerintahan sebelumnya tidak berhasil? Menurut Prof DYP karena implementasinya lemah.
Kenapa masih lemah Implementasinya?
“Ada dua pengkhianatan terhadap filsafat pendidikan kita”, ujar Prof. DYP. Dijelaskan, Filosofi Pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara ada tiga, yakni Tut Wuri Handayani, Ing Ngarso Sung Tulada, dan Ing Madya Mangun Karsa. Tetapi yang dipakai oleh Kementrian pendidikan selama ini hanya Tut Wuri Handayani.
Menurut Prof. DYP, pendidikan karakter itu lebih tepat diberikan dengan keteladanan, sehingga “Ing Ngarso Sung Tulada” dan “Ing Madya Mangun Karsa” tidak boleh ditinggalkan. “Tidak cukup dengan Tut Wuri Handayani saja”, ujar Prof. DYP.
Prof. DYP juga mengungkapkan pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab bersama keluarga, sekolah dan masyarakat. Tetapi selama ini baru sekolah yang benar-benar mendidik. Banyak keluarga dan masyarakat hanya menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada sekolah atau guru. (pur/za)