KARANGANYAR, derapguru.com — Target organisasi PGRI sebenarnya bukan menjadikan honorer guru dan tenaga kependidikan (Tendik) menjadi ASN PPPK. Melainkan menjadikan honorer tersebut sebagai ASN PNS langsung pengangkatan tanpa tes.
Hal tersebut disampaikan Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, dalam acara “Pembinaan Tenaga Kependidikan/Penjaga Sekolah SD Se-Kabupaten Karanganyar” di Gedung PGRI Karanganyar, Jumat 9 Februari 2024.
“Tapi dalam perjuangan harus ada yang dinegosiasikan. Ada dua hal yang mengganjal perjuangan. Pertama, UU ASN mensyaratkan adanya tes dalam seleksi ASN PNS. Kedua, ada syarat maksimal berusia 35 tahun,” urai Dr Muhdi.
Dr Muhdi menambahkan, setelah dilakukan pendataan, ternyata banyak honorer yang berusia di atas 35 tahun. Maka salah satu cara mengatasi masalah ini diambillah jalan tengah melalui munculnya ASN PPPK.
“Mulai awal PPPK guru dibuka sampai kini telah ada 800-an guru yang diangkat dari target 1 juta guru. Selebihnya akan digenapi tahun ini, termasuk mulai dibuka pula ASN PPPK untuk tendik,” jelas Dr Muhdi.
Lebih lanjut Dr Muhdi menuturkan, khusus untuk Tendik, ada hal yang perlu dicermati karena pada Pasal 94 UU ASN, jenis-jenis jabatan tendik yang bisa masuk PPPK akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
“Nasib kita saat ini sangat bergantung pada undang-undang. Inilah pentingnya bagi organisasi ini untuk memiliki wakil di bidang legislasi supaya bisa ikut mengatur pasal-pasal di dalam undang-undang,” tandas Dr Muhdi.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua PGRI Jateng, H Sakbani SPd MH, bahwa masalah legislasi ini menjadi kunci bagi nasib guru, tendik, dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, adanya wakil organisasi dalam ranah legislasi akan sangat menguntungkan untuk tercapainya cita-cita organisasi.
“Selama ini PGRI hanya bisa nunut aspirasi pada menteri dan anggota dewan. Tentu akan luar biasa bila organisasi ini memiliki wakil sendiri yang bisa memperjuangkan nasib guru, tendik, dan tenaga kesehatan di senayan,” ungkap H Sakbani.
Sekretaris Umum PGRI Jateng, Drs H Aris Munandar MPd, menyampaikan bahwa pada kontestasi periode ini ada dua calon yang mengenakan seragam PGRI. Akan tetapi, calon yang diajukan organisasi hanyalah Dr H Muhdi SH MHum.
“Yang menggunakan baju sama ini dulunya pengurus PB PGRI. Tapi karena pelanggaran disiplin organisasi, maka dia dicopot dari pengurus PGRI dan dikeluarkan dari organisasi. Artinya, dia sudah bukan lagi anggota PGRI,” tandas H Aris Munandar.
Aris Munandar menambahkan, asal-muasal calon lain tersebut bisa mengenakan seragam PGRI karena saat pencopotan keanggotaan, dia telah lebih dulu mendaftarkan gambar berpakaian PGRI ke kantor KPU.
“Disuruh ganti foto tidak mau. Disuruh lepas seragam tidak mau. Maka dari itu, seluruh anggota organisasi mohon tidak terkecoh. Utusan organisasi yang asli adalah Dr H Muhdi SH MHum dengan nomor urut 10,” tandas Aris Munandar.
Ketua PGRI Karanganyar, Sri Wiyanto MPd, menyampaikan bahwa selama ini Dr Muhdi selalu menolak untuk diminta maju dalam kontestasi. Untuk ‘memaksa’ beliau supaya mau maju, teman-teman merancang agenda dalam konferensi yang intinya menugasi Ketua PGRI Jateng untuk maju dalam kontestasi.
“Pak Muhdi ini kami dorong berkali-kali untuk maju, tapi Pak Muhdi selalu menolak. Maka teman-teman merancang agenda dalam konferensi yang mengamanatkan Pak Muhdi maju dalam kontestasi,” urai Sri Wiyanto. (wis/za)