SEMARANG, derapguru.com — Kebijakan pemerintah dalam proses rekrutmen ASN PPPK 2022 sudah cukup baik. Hal itu disampaikan oleh ketua PGRI Jawa Tengah , Dr Muhdi, saat menjadi salah satu narasumber dalam acara talk show di TVRI Jawa Tengah, Selasa 22 November 2022.
“Aturan seleksi PPPK 2022 sudah cukup bagus. Kekhawatiran guru-guru honorer akan tergeser posisinya oleh peserta PPPK sudah tidak akan lagi terjadi. Dalam PPPK 2022 ada aturan yang tidak memperbolehkan menggeser guru induk di suatu sekolah,” tandas Dr Muhdi.
Selama ini yang dikhawatirkan , lanjut Dr Muhdi, guru-guru honorer yang ikut seleksi, tapi tidak lolos passing grade, posisinya akan digantikan oleh guru hasil seleksi P3K non honorer. Tapi dengan terbitnya aturan baru, sudah tidak ada lagi ganjalan tentang rekrutmen ASN PPPK.
“Yang sedang terus kita dorong saat ini adalah kesadaran pemerintah daerah untuk mengusulkan kuota ASN PPPK semaksimal mungkin, sesuai dengan jumlah kebutuhan guru,” kata Dr Muhdi.
Tapi, lanjut Dr Muhdi, pemerintah daerah sepertinya masih ragu terhadap beban penggajian dari para guru ASN PPPK. Padahal, pemerintah pusat sudah berkali-kali menyampaikan bahwa dana penggajian guru ASN PPPK akan digelontorkan oleh pemerintah pusat untuk dikelola daerah
Terkait dengan RUU Sisdiknas yang sempat ramai, lanjut Dr Muhdi, keinginan PGRI adalah supaya undang-undang guru dan dosen tidak dilebur. Tapi misalkan dilebur, PGRI meminta supaya frasa “tunjangan profesi” tidak hilang, tapi muncul dalam batang tubuh undang-undang.
“Tunjangan profesi bagi guru adalah sebuah pengakuan dan penghormatan pemerintah pada profesi guru. Bukan perkara nilai apresiasinya nanti akan digantikan dengan nama tunjangan yang berbeda-beda. Ini perkara penghormatan atas profesi. Maka dari itu, PGRI bersikukuh supaya frasa ‘tunjangan profesi’ tetap ada dalam undang-undang,” tandas Dr Muhdi.
Sementara itu, Komisi E DPRD Jateng, H Muh Zen SAg MSi, mengatakan mekanisme perekrutan kekosongan guru yang dilakukan pemerintah terlalu rumit dan mengada-ada. Bila memang kebutuhan guru begitu mendesak semestinya hal-hal yang rumit itu diminimalisir.
“Mereka yang mendaftar jadi guru itu kan lulusan ilmu keguruan seperti lulusan kampus UPGRIS, misalnya. Mereka ini sudah mendapatkan ilmu dasar keguruan, tapi masih dikejar dengan passing grade. Apalagi yang sudah honorer itu, sudah jelas-jelas mengabdi jadi guru masih juga dipersulit,” tutur Muh Zen.
Muh Zen berharap, pemerintah lebih berpihak pada guru-guru honorer yang memang sudah mengabdikan diri di sekolah-sekolah negeri. Mereka mestinya mendapatkan kemudahan misalnya kemudahan dalam proses seleksi. “Bila memang harus ada seleksi, permudah seleksinya,” tandas Muh Zen. (Wis/za)