Guru yang berkualitas adalah sosok penting dalam upaya melaksanakan Pendidikan berkualitas dan mewujudkan SDM berkualitas sebagai modal dasar pembangunan. Semua guru memiliki peran, tugas, kewajiban dan tanggung jawab sama. Oleh karena itu semua guru seharusnya juga mendapatkan hak, kesejahteraan dan jaminan perlindungan yang sama. Tetapi faktanya saat ini ada guru PNS, guru PPPK, guru honorer dibiayai APBD, guru honorer tidak dibiayai APBD, guru outsourching, dan di sekolah swasta ada guru tetap Yayasan (GTY) dan guru tidak tetap (GTT). Meskipun TUPOKSI dan tanggung jawab semua guru sama, tetapi dengan status dan sebutan yang berbeda-beda itu mereka juga memperoleh hak, kesejahteraan dan jaminan perlindungan yang berbeda-beda.
Untuk mengkritisi persoalan tersebut derapguru.com berbincang dengan Sekretaris PGRI Kabupaten Banjarnegara, Sunarto MPd, Kader muda PGRI yang juga sebagai Kabid Pembinaan PAUD dan Dikmas pada Dinas Pendikan Kabupaten Banjarnegara. Berikut kutipan perbincangannya;
Bagaimana seharusnya tata kelola guru dilakukan agar pendidikan di Indonesia makin maju dan berkualitas?
Pemerintah harus konsisten dengan program pemenuhan guru di semua sekolah. Semua sekolah negeri harus tercukupi kebutuhan guru yang diangkat oleh pemerintah baik PNS maupun P3K. Bagi sekolah swasta dapat dicukupi oleh yayasan, dan jika memungkinkan pemerintah memberikan bantuan guru ke sekolah swasta (diperbantukan) seperti zaman orde baru.
Bagaimana dengan pola pembinaan guru?Pembinaan guru harus dilakukan terus menerus sesuai dengan kebutuhan. Dengan berbagai cara seperti bimbingan teknis, workshop, pendidikan dan pelatihan baik secara daring maupun luring. Interaksi dan keteladanan menjadi kunci utama guru dalam mendidik siswa. Karena itu pelatihan guru juga harus menggambarkan situasi sosial yang ada di sekolah. Dan pelatihan yang memposisikan guru layaknya karyawan atau pegawai non guru yang penuh teori dan aplikasi harus ditinjau kembali. Guru tidak boleh ditarget dengan target-target nominal sebagaimana karyawan pabrik atau perbankan, karena guru bukan berhadapan dengan kebendaan atau materi. Guru berhadapan dengan pribadi-pribadi yang unik yang masing-masing memiliki potensi dan karakter yang berbeda.
Terkait dengan tugas yang dibebankan kepada para guru, bagaimana komentar anda?
Sesuai ketentuan Undang-undang, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sejalan dengan itu maka tugas guru adalah mengoptimalkan potensi masing-masing siswa agar berkembang dengan baik.
Dan potensi siswa pun masing-masing memiliki derajat yang berbeda-beda. Karena itu jika pemerintah ingin mentarget kinerja guru, seharusnya adalah target keberhasilan mendidik siswanya, bukan target seberapa banyak aksi nyata, upload tugas, download tugas, lihat video dan sebagainya. Tetapi sebarapa banyak siswabyang sudah tertib, sopan, disiplin, menghargai orang lain, lancar mengutarakan pendapat, memiliki kebiasaan belajar dengan baik, memahami isi bacaan, dana sebagainya.
Bagaimana dengan tugas pengawas dalam pola pembinaan terhadap guru?
Sistem pembinaan berjenjang harus dihidupkan kembali. Guru dibina Kepala Sekolah, Kepala Sekolah dibina pengawas, dan pengawas dibina kepala dinas. Hal ini sangat diperlukan, karena budaya orang Indonesia adalah budaya paternalistik.
Pola pembinaan seperti ini tidak bisa serta merta dihilangkan dengan merubah sistem pembinaan seperti sekarang ini. Tugas kepengawasan diganti dengan pendampingan. Tidak adanya kewenangan pengawas dalam pembinaan karir guru dan kepangkatan menjadikan seorang pengawas sekolah seakan hanya pelengkap saja. Berikan kewenangan kepada kepala sekolah dan pengawas untuk melakukan pembinaan kepada guru dengan disertai kewenangan untuk memberikan reward and punishment kepada yang dibinanya.
Terkait dengan kesejahteraan guru, bagaimana pendapat anda?
Kesejahteraan guru selalu menjadi pembahasan hangat dengan pemerintah. Menemukan titik temu antara kemampuan negara dengan kondisi di lapangan yang selalu mengalami perubahan menjadi tarik ulur yang tiada habisnya. Adanya tunjangan profesi guru dan dosen nyatanya tidak serta merta menjadikan permasalahan kesejahteraan guru selesai. Hal tersebut dikarenakan adanya kesenjangan yang sangat lebar antara guru PNS bersertifikasi dengan guru wiyata bhakti. Sementara guru wiyata bhakti benar-benar tenaganya dibutuhkan untuk mencukupi kekurangan guru yang selama ini terus terjadi di sekolah-sekolah negeri.
Dengan kondisi tersebut apa yang perlu dilakukan pemerintah ?
Melakukan pendataan kebutuhan guru yang benar-benar sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Pemerintah selalu berargumen bahwa kebutuhan guru sudah cukup dengan menghitung jumlah seluruh siswa dibagi jumlah siswa dalam rombel ideal maka ketemu kebutuhan guru. Misal jumlah siswa SD sebanyak 1.000 anak dibagi jumlah siswa dalam rombel ideal (untuk SD sebanyak 28 anak), maka kebutuhan guru adalah 1.000 : 28 = 36 guru.
Padahal kondisi riil di lapangan banyak sekali dijumpai sekolah-sekolah yang memiliki murid sangat sedikit. Seperti sekolah-sekolah pinggiran yang jauh dari akses transportasi. Jumlah siswa dalam kelas sangat tidak ideal, semisal hanya 10 atau bahkan kurang. Sekolah-sekolah dengan kondisi ini tetap membutuhkan guru lengkap, walaupun jika dihitung dengan rumus di atas kemungkinan hanya dibutuhkan 2 orang guru saja. Namun sekolah tersebut tetap harus menyediakan 6 guru, karena SD terdiri dari 6 kelas.
Berikutnya adalah kepastian mekanisme rekruitmen guru-guru PNS atau P3K dari guru honorer atau wiyata bhakti. Kepastian tidak berarti semua WB harus diangkat, tetap pasti diangkat jika memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan pemerintah. Semisal kriteria kompetensi, lama pengabdian, dan sebagainya. Dan kriteria-kriteria itu ditetapkan jauh-jauh hari dari jadwal seleksi pengangkatan. Kriteria tersebut sebaiknya tidak berubah-ubah setiap tahun.
Kesejahteraan tidak selalu identik dengan take home pay atau gaji. Namun lebih dari itu kesejahteraan selalu berkaitan dengan ketenangan, kedamaian kerja, kenyamanan kerja dan jaminnan keselamatan. Jika pemerintah tidak mampu mengangkat seluruh guru sesuai dengan kebutuhan nyata, setidaknya pemerintah menjamin keselamatan kerja dan kesehatan guru. Semua guru baik ASN maupun yang bukan ASN sebaiknya pemerintah memberikan jaminan/asuransi ketenagakerjaan dan asuransi kesehatannya. Dengan begitu jika terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki seorang guru dapat tetap tenang mengurus anak didiknya.
Banyak guru dilaporkan ke penegak hukum berkaitan dengan tugas profesinya. Bagaimana pendapat anda?
Tugas guru adalah mengajar dan mendidik murid. Mengajar adalah mentransfer ilmu, namun mendidik adalah membimbing siswa untuk menjadi siswa yang berkepribadian baik. Pada era sekarang mendidik bukan lagi tugas yang gampang sebagaimana zaman dulu. Dalam proses mendidik sering kali harus bersinggungan dengan mental dan fisik anak didik. Hal ini rawan terjadi salah paham atau kekerasan. Sering kali guru mengalami dilema untuk mendidik peserta didik.
Para guru sering kali mendapat hadiah dilaporkan kepada pihak berwajib dalam menjalankan tugasnya.Kondisi ini harus disikapi secara serius oleh pemerintah. Sikap PGRI selama ini sudah benar, bahwa guru harus benar-benar dilindungi dalam proses mendidik siswanya. Guru tidak boleh diproses hukum selama menjalankan program pendidikan. Dan jika itu terjadi maka LKBH PGRI pasti akan membantu memberikan advokasi. (pur)