
SEMARANG, derapguru.com — Banyak perempuan memikul peran ganda: peran dalam rumah tangga dan peran dalam pekerjaan. Keduanya sama-sama butuh sukses, sama-sama butuh berhasil, dan sama-sama harus sempurna.
Kondisi ini membuat para perempuan mengalami tekanan psikis yang terus-menerus. Bila tekanan itu tiada terkendali, maka bisa bermuara pada stres bahkan mencapai titik “burn out”.
“Burn out bukan kelemahan, tetapi sinyal bahwa seseorang telah terlalu lama menanggung tuntutan yang tidak proporsional,” ujar Psikolog UPGRIS yang juga Ketua Perempuan PGRI Jateng, Dr Arri Handayani SPsi MSi.
Arri Handayani mengulas hal tersebut dalam acara Focus Group Discussion (FGD) “Menyingkap Beban Ganda dan Trauma: Eksplorasi Mendalam Kesehatan Mental Perempuan di Era Kontemporer” yang digagas Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, di Seminar Hall 6fl Menara UPGRIS Kampus Gajah Semarang, Minggu 7 Desember 2025.
Arri Handayani menegaskan, beberapa gejala perempuan mengalami burn out di antara mengalami kelelahan fisik dan emosional, mudah marah, sulit tidur, dan merasa terjebak dalam tekanan-tekanan berulang tanpa adanya ruang istirahat yang cukup.
Untuk menghindari hal tersebut, Arri Handayani menegaskan bahwa kesadaran para perempuan untuk menjalani Work Life Balance saja sudah tidak lagi cukup. Dibutuhkan kesadaran yang lebih dari itu, yakni Work Life Harmony.
Work Life Balance hanya menekankan pada keseimbangan peran, tapi belum membebaskan perempuan dari tekanan. Work Life Harmony membangun kesadaran tentang perlunya mengatur harmoni dalam peran ganda yang dijalankan.
“Perempuan harus belajar menjalankan peran ganda bukan sebagai beban, tapi sebagai sesuatu yang memang harus dijalani secara selaras,” urai Arri Handayani. (za)




