
KLATEN, derapguru.com – Undang-Undang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) merupakan undang-undang hasil perjuamgan PGRI untuk mendorong kesejahteraan guru dan dosen. Rancangan awal undang-undang ini dibuat PGRI Jawa Tengah di Kampus Universitas PGRI Semarang (dulu IKIP PGRI Semarang) pada masa kepemimpinan Dr Sudharto MA sebagai Ketua PGRI Jawa Tengah.
Fakta terselubung dari undang-undang yang menjadi dasar lahirnya Tunjangan Profesi Guru (TPG) tersebut dibongkar Ketua PGRI Jawa Tengah, Dr H Muhdi SH MHum, saat menghadiri agenda “Silaturahmi Pemilu Damai” yang digelar Pengurus Ikatan Purnakaryawan Pendidikan dan Kebudayaan (IPPK) Kabupaten Klaten di Gedung Guru PGRI Klaten, Kamis 4 Januari 2024.
“UU Guru dan Dosen lahir saat Pak Darto menjadi DPD Jateng. Saya yang ngetik (draf-nya). Karena saya sekretaris di LKBH PGRI Jateng, saya yang mencermati pasal demi pasal undang-undang tersebut. Jadi UU Guru dan Dosen itu murni hasil perjuangan PGRI,” tutur Dr Muhdi.
Dr Muhdi menambahkan, lahirnya UU Guru dan Dosen juga dipicu oleh kekisruhan yang terjadi di Purworejo. Pada saat itu, Bupati Purworejo mengambil kebijakan mempensiunkan semua guru pada usia 56 tahun. Hal tersebut menggunakan dasar aturan perundangan sebelumnya yang menyatakan masa pensiun guru 56 tahun dan boleh diperpanjang sampai usia 60 tahun.
“Celakanya, Bupati Purworejo tidak mengambil opsi ‘diperpanjang’. Akibatnya ada ratusan guru menangis karena tiba-tiba pensiun. Dan ini hanya terjadi di Purworejo. Hanya pada guru Kementerian Pendidikan, guru Kemenag tidak. Lalu PGRI melalui bagian hukum menggugat. Kami kalah di pengadilan karena undang-undangnya mengatakan seperti itu. Akhirnya kami menyadari, satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan turut terlibat dalam pembuatan undang-undang,” tutur Dr Muhdi.
Lebih lanjut Dr Muhdi menyampaikan, karena PGRI memiliki memiliki Dr Sudharto MA di meja DPD RI, maka akhirnya diusulkanlah UU Guru dan Dosen. Di dalam undang-undang tersebut tidak hanya memuat frasa ‘guru sebagai profesi’ dan ‘tunjangan profesi’, tapi juga mengatur ‘masa pensiun guru 60 tahun’. Dampak dari undang-undang tersebut, lahirlah Tunjangan Profesi sebesar satu kali gaji pokok dan tidak ada lagi guru yang pensiun pada usia 56 tahun.
“Ternyata, meskipun UU Guru dan Dosen sudah memerintahkan untuk memberi guru tunjangan profesi, ternyata perintah undang-undang itu tidak dijalankan pemerintah. Pak Lis (Dr Sulistiyo MPd, red) kemudian menggerakkan para guru untuk berdemo sampai akhirnya tunjangan profesi bisa dinikmati para guru hingga saat ini,” tandas Dr Muhdi.
Sementara itu Ketua IPPK Kabupaten Klaten Joko Sutrisno menyampaikan organisasi yang dipimpinnya berasal dari unsur pendidik, mulai dari guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, penilik sekolah, dan beberapa unsur lainnya. Sampai saat ini mereka masih menjaga loyalitas dan semangat untuk turut terlibat dalam pengembangan pendidikan.
“Meskipun kami sudah purna, tiap memperingati Hari Guru kami selalu menggelar acara peringatan. Biasanya di Pendopo Kabupaten. Ini bentuk kecintaan kami pada dunia pendidikan. Baru pada tahun ini kami tidak menggelar acara karena mendekati masa-masa Pemilu,” tutur Joko Sutrisno.
Turut hadir dalam agenda tersebut Wakil Ketua PGRI Jateng H Sakbani SH MPd, Sekretaris Umum PGRI Jateng Drs H Aris Munandar MPd, dan Ketua PGRI Kabupaten Klaten Sunardi SPd MM beserta jajaran pengurus. (za)