
SEMARANG, derapguru.com — Meski telah banyak lembaga-lembaga yanpg menangani masalah kekerasan pada perempuan. Tapi berbagai bentuk kekerasan pada perempuan bukannya makin menurun tapi malah semakin parah.
Hal tersebut disampaikan Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Mikewati Vera Tangka, dalam Focus Group Discussion (FGD) “Menyingkap Beban Ganda dan Trauma: Eksplorasi Mendalam Kesehatan Mental Perempuan di Era Kontemporer” di Seminar Hall 6fl Menara UPGRIS Kampus Gajah Semarang, Minggu 7 Desember 2025.
“Lembaga kita sangat bias. Misalnya, polisi menangani kasus perkosaan, penyidiknya malah bertanya, ‘kamu kok bisa sudah tiga kali diperkosa baru melapor’,” ungkap Mikewati.
Atau bila pemerkosaannya terjadi pada malam hari, lanjut Mikewati, petugasnya malah berkata, “kami kok keluar malam-malam?” Sebuah pertanyaan konyol yang tanpa sadar justru meletakkan “titik kesalahan” justru pada perempuan yang menjadi korban.
“Ada juga kasus, korban melaporkan kasus kekerasan, malah balik dilaporkan. Bila lembaga kita selalu bersikap bias, bisa-bisa masalah seperti ini tidak akan pernah teratasi,” ungkap Mikewati.
Mikewati menambahkan, seluruh masyarakat harus sadar, menjadi korban kekerasan bagi perempuan sudah sangat berat. Mereka mengalami tekanan psikis yang luar biasa. Bahkan untuk menceritakan saja belum tentu sanggup melakukannya.
“Ibu-bapak perlu tahu, menjadi korban perkosaan itu berat. Mereka harus terpuruk. Merasa kotor, penuh dosa. Jangan ditambah lagi dengan stigma buruk atau pernyataan yang menyudutkannya,” tandas Mikewati.
Kondisi-kondisi inilah yang perlu segera ditangani agar kasus-kasus kekerasan yang dialami para perempuan dapat ditekan sedemikian rupa. (za)




