
SEMARANG, derapguru.com – Perkembangan Artificial Intelligence (AI) semakin luar biasa. Tidak sedikit manusia yang kini bergantung pada AI. Bahkan, posisinya dalam kehidupan manusia kini menjadi sangat penting.
Kendati demikian, dalam dunia pendidikan, AI harus tetap diperlakukan sebagai alat. Sebagai sarana yang digunakan untuk mendukung suksesnya proses belajar mengajar.
Pandangan menarik tersebut disampaikan Dekan FPIPSKR UPGRIS, Dr Agus Sutono SFil MPhil, disela kegiatan Seminar Nasional Keindonesiaan X yang dilangsungkan di Seminar Hall 6fl Menara UPGRIS Kampus Gajah Semarang, Kamis 4 Desember 2025.
“Prinsipnya bukan menolak perkembangan, tetapi bagaimana alat yang dibuat manusia itu tetap bisa dikendalikan oleh manusia. Di dunia pendidikan, AI harus ditempatkan sebagai alat. Kalau tidak demikian, disinformasi justru akan menjadi masalah yang lebih serius,” ujarnya.
Agus Sutono menambahkan, kemajuan AI telah menghadirkan tantangan baru dalam cara manusia berinteraksi, membaca realitas, serta memahami berbagai fakta yang beredar di ruang publik. Selain membawa dampak positif, AI juga membawa dampak negatif, terutama dalam penyebaran disinformasi.
“Tidak semua informasi yang kita serap menunjukkan kebenaran yang komprehensif. Bahkan kemungkinan manipulasi juga semakin besar, sehingga kebenaran bisa menjadi sesuatu yang sulit dicari,” jelasnya.
Agus Sutono menambahkan, tantangan ke depan justru akan semakin berat jika masyarakat tidak dibekali dengan kemampuan memilah informasi secara kritis. Karena itu, dunia pendidikan memiliki peran strategis dalam memposisikan AI sebagai alat bantu, bukan pengganti peran utama manusia dalam proses berpikir.
“Prinsipnya bukan menolak perkembangan, tetapi bagaimana alat yang dibuat manusia itu tetap bisa dikendalikan oleh manusia,” tandasnya.
Seminar Keindonesia
Dalam Seminar Nasional Keindonesiaan X bertajuk “Etika AI dalam Pendidikan: Membaca Masa Depan Pendidikan di Indonesia” ini, menghadirkan Prof Advendi Kristiyandaru (Universitas Negeri Surabaya), Prof Agus Rahayu (Universitas Pendidikan Indonesia), Dr Endang Wuryandini (UPGRIS) serta Prof Rr Siti Murtiningsih (UGM).
Prof Rr Siti Murtiningsih–yang hadir secara daring–menyampaikan materi berjudul “Etika Kecerdasan Artifisial (AI): Untuk Siapa?”. Dalam paparannya, Prof Siti menyinggung tentang pendidikan yang kini berada di simpang jalan.
Diakui atau tidak, hadirnya teknologi AI banyak membantu manusia menyelesaikan tugas administratif. Di sisi lain manusia juga banyak yang tergantung pada teknologi AI.
“Sekarang kita berada pada titik, ‘siapa’ mengendalikan ‘siapa’? AI sedang mengendalikan kita, atau sebaliknya, kita yang sedang mengendalikan AI,” urai Prof Siti.
Pembicara kedua, Prof Advendi Kristiyandaru menyinggung tentang AI yang mampu menyusun kalimat dengan sangat terstruktur. Kendati demikian, AI juga memiliki kelemahan karena tidak memiliki nilai rasa sampai dengan tidak bisa menangkap intuisi.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah pedoman yang jelas untuk penggunaan AI. Perlu dibuat sebuah regulasi yang memberi batasan pada penggunaan AI sehingga akan terlihat batas tegas mana yang boleh dan mana yang curang,” tandas Prof Advendi.
Pemateri ketiga, Prof Agus Rahayu menyinggung masalah algoritma dalam teknologi AI. Dia melihat teknologi AI dalam proses penghimpuan data, pengolahan, sampai dengan pemutusan hasil berkaitan langsung dengan keamanan data-data
“Teknologi AI berpotensi membangun kegagalan dalam masalah perlindungan data. Di situlah pentingnya masalah Etika. Bila sistem algoritma AI tidak tidak dibatasi dengan etika, ini akan berdampak besar terhadap sistem perlindungan data,” urai Prof Agus Rahayu.
Sedangkan pemateri keempat Dr Endang Wuryandini MPd menyinggung masalah ancaman yang bisa tumbuh dengan memanfaatkan teknologi AI. Dengan teknologi AI, wajah seseorang bisa dipinjam untuk tindakan negatif atau bahkan kejahatan.
“Masyarakat kita belum memiliki literasi yang memadai tentang AI sehingga banyak yang terhasut, terjebak, atau bahkan jadi korban kejahatan yang memanfaatkan teknologi,” urai Endang Wuryandini.
Maka dari itu, lanjutnya, masalah etik dalam penggunaan AI menjadi sesuatu yang perlu untuk diperbincangkan. (za)




