
Winarni SPd
SEMARANG, derapguru.com –Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan teknologi dengan Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah strategis untuk mentransformasi pendidikan, demi terwujudnya Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul menuju Generasi Emas 2045. Salah satu episode Merdeka Belajar ke-5 adalah Program Guru Penggerak.
Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) adalah program pengembangan profesi guru, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan menyiapkan generasi baru pemimpin pembelajaran di sekolah. Program Pendidikan Guru Penggerak bertujuan untuk memberdayakan guru dalam memfasilitasi pertumbuhan siswa, menginspirasi rekan-rekan guru sejawat untuk menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan berperan sebagai model serta agen transformasi dalam sistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila.
Di sisi lain, ada suara-suara yang menyatakan bahwa program ini justru menciptakan kesenjangan dan diskriminasi terselubung di kalangan guru, dengan memberikan prioritas kepada segelintir guru, sementara yang lain merasa diabaikan.
Adanya Pro-Kontra tentang program guru penggerak ini, akhirnya lahir Keputusan Mendikdasmen Nomor 14/M/2025 yang secara resmi menghentikan Program Sekolah Penggerak (PSP) dan Program Guru Penggerak (PGP). Penghentian ini mungkin mengejutkan namun sejatinya ini adalah bagian dari dinamika besar perubahan kebijakan yang sering terjadi seiring dengan pergantian menteri. Seperti yang kita ketahui, setiap perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan selalu menghadirkan kebijakan baru, menggantikan yang lama, atau bahkan menghentikan program yang sudah berjalan. Hal ini tidak bisa dipungkiri dan menjadi sebuah paradoks dalam sistem pendidikan kita.
Pendapat Guru
Winarni SPd, guru di SDIT Izzatul Islam Getasan, Kabupaten Semarang, mengaku senang pernah terlibat dalam program guru penggerak, yang merupakan bagian dari program merdeka belajar. Menurut Winarni, Program Merdeka Belajar dan Guru Penggerak itu luar biasa sekali. “Saya merasa tidak ada kasta di guru penggerak maupun sekolah penggerak, baik untuk guru swasta maupun jenjang pendidikan, ujarnya.
Dikatakan, kini masih banyak kesenjangan pemahaman antara jenjang TK, SD, SMP dan seterusnya. Seolah-olah kalo guru TK itu cuma bisa menyanyi, yang paling pandai itu jenjang paling atas. “Di PGP itu semua itu dipatahkan dengan pengelompokan PGP yang harus heterogen minimal 2 jenjang, tanpa ada pembedaan materi untuk semua jenjang, jelas Winarni saat diminta pendapat tentang kebijakan Pendidikan yang baik di Era Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
Dikatakan, materi PGP untuk guru semua jenjang itu sama. PGP juga terbuka untuk guru ASN, honorer, maupun swasta. “Manfaatnya tentu kami sebagai guru swasta bisa ikut belajar ilmu dengan kapasitas sama dengan guru-guru lain dari sekolah-sekolah negeri, tambahnya.
Winarni mengaku bangga pernah menjadi Pengajar Praktik PGP angkatan 5 dan fasilitator PGP Angkatan 9 dan 11.
Motor Penggerak dan Agen Perubahan
Pendapat lain tentang Program Merdeka Belajar diungkapkan oleh Wiwik Widayati ST, SPd, Kepala SMP PGRI 1 Semarang. Program Merdeka Belajar menurut Wiwik Widayati adalah langkah maju dalam dunia pendidikan Indonesia. Program ini memberikan kebebasan dan kemandirian bagi satuan pendidikan, guru, dan murid untuk mengembangkan proses belajar yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman.

Kelebihan program Merdeka Belajar ini menurut Wiwik, memberi ruang inovasi dalam pembelajaran, mendorong kreativitas guru, dan memfokuskan pendidikan pada karakter serta kompetensi murid, bukan hanya pada capaian akademik. Namun, Wiwik juga mengakui ada kekurangan dari program Merdeka Belajar ini. Kekurangannya ada dalam praktiknya, karena tidak semua sekolah dan guru memiliki kesiapan yang sama. Ada tantangan dalam hal fasilitas, pemahaman konsep, dan adaptasi terhadap perubahan budaya belajar yang lebih mandiri.
Kemudian, saat diminta pendapat tentang Program Guru Penggerak, Wiwik menilai Program Guru Penggerak sangat positif. Program ini melahirkan guru-guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi motor penggerak dan agen perubahan di lingkungan sekolahnya.
Wiwik Widayati yang juga menjadi guru penggerak angkatan ke-7 ini mengungkapkan hasil positif dari program tersebut, yakni banyak guru yang menjadi lebih reflektif, inovatif, dan berani mengambil inisiatif dalam membuat pembelajaran lebih bermakna. “Selain itu, keberadaan Guru Penggerak memperkuat budaya kolaborasi antar pendidik dan mempercepat transformasi pendidikan ke arah yang lebih berpihak pada murid, ujar Wiwik menjelaskan. (pur)