Pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan menjadikan suatu negara menjadi maju. Banyak pihak meyakini, semakin tinggi kualitas pendidikan, maka semakin maju negara tersebut. Pendidikan dapat menumbuhkan kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional maupun memperkuat jati diri suatu bangsa. Pendidikan menjadi wadah bagi setiap orang untuk memaksimalkan potensi dan bakat yang dimilikinya. Sumber daya manusia merupakan aset utama dalam membangun suatu bangsa.
Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno yang terkenal, telah meninggalkan warisan pemikiran yang mendalam dan inspiratif. Salah satu kutipan terkenalnya menyatakan, “Pendidikan adalah pembentukan karakter, dan karakter adalah hasil dari kebiasaan.”
Menyikapi kondisi Masyarakat dan bangsa saat ini, derapguru.com mencoba mengulik pendapat beberapa nara sumber. Adakah korelasi kondisi bangsa saat ini dengan sistem pendidikan kita? Apa yang harus dilakukan pemerintah dan DPR untuk menyelenggarakan Pendidikan bermutu bagi semua, guna mewujudkan SDM berkualitas?
Prioritaskan Pendidikan
Dr. Jejen Musfah, MA, Ketua PB PGRI menyatakan, kualitas warga bangsa adalah cermin kualitas pendidikan suatu bangsa. Mereka para wakil rakyat yang ada di DPR, DPRD dan kita sebagai warga biasa adalah produk pendidikan kita. Dr Jejen yang juga dosen pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menegaskan, bahwa untuk mewujudkan SDM berkualitas melalui penyelenggaraan Pendidikan bermutu bagi semua merupakan amanat konstitusi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. “Untuk itu pemerintah dan DPR harus memprioritaskan pendidikan dengan mensejahterakan guru dan dosen, memperbaiki sekolah dan kampus sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk belajar”, ujar Jejen.

Untuk kepentingan penelitian bagi para dosen, Dr Jejen yang juga aktive menulis buku ini berharap pemerintah meningkatkan dana riset. Terkait anggaran Pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD, Dr. Jejen menyatakan anggaran itu masih sedikit, karena tersebar ke banyak kementerian, dan termasuk untuk belanja pegawai, pendidikan kedinasan, dan MBG. “penggunaan anggaran Pendidikan itu terkesan mismanajemen, dan tidak tepat sasaran”, ujar Jejen menegaskan.
Dr. Jejen juga menunjukan anggapan mismanagemen itu dengan bukti-bukti lain, yakni banyak guru yang masih jauh dari Sejahtera. “Guru yang menjadi pilar penting terselenggaranya proses Pendidikan bermutu, terbukti masih banyak guru yang belum bisa menikmati kesejahteraan, terutama guru-guru Non ASN yang jumlahnya masih sangat banyak”, jelas Jejen.
Diminta pendapat tentang aksi demo dan tuntutan mahasiswa terhadap pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu, Dr Jejen yang pernah menjadi Staf Ahli Komite III DPD RI ini menyatakan, bahwa ciri civil society itu dapat dilihat dari cara menyampaikan pendapat yang beradab dan santun, tidak menimbulkan kerusakan. Menurutnya, anarkisme itu menunjukkan ketidakmatangan individu atau kelompok.
“Penjarahan, pembakaran, perusakan fasilitas umum tidak mungkin dilakukan warga terdidik dan matang”, jelas Jejen menambahkan.
Terkait hal tersebut, penulis buku Meraih Ma’rifat (2006) ini menyatakan pemerintah harus memastikan terbukanya banyak lapangan kerja, terselenggaranya Pendidikan bermutu bagi seluruh rakyat, dan pelayanan kesehatan paripurna yang terjangkau bahkan gratis bagi seluruh warga Masyarakat.
“Dan tidak kalah penting dari semua itu, hapus kesenjangan yang tinggi antara rakyat dan pejabat. Ciptakan pemerintah dan DPR yang melayani serta hidup sederhana bukan disirami aneka fasilitas mewah”, tegas dosen yang juga menjadi Reviewer berbagai jurnal ilmiah ini mengingatkan.
Hak Demokratis
Dr Saptono Nugrohadi, MPd, guru SMAN 3 Salatiga juga mengungkapkan, bahwa keresahan sosial yang memunculkan aksi massa sering berakar dari persoalan fundamental, termasuk pendidikan yang belum sepenuhnya adil, merata, dan berpihak pada rakyat kecil. Ketimpangan akses pendidikan, biaya tinggi, hingga kurikulum yang sering berubah tanpa kesiapan, bisa memperlebar kesenjangan sosial.

Mantan Kepala Sekolah berprestasi nasional ini menjelaskan, jika pendidikan dikelola dengan lebih berpihak untuk membentuk generasi yang kritis, mandiri, dan berdaya saing, maka gejolak sosial bisa ditekan sejak akar. Sistem pendidikan yang sehat akan menjadi “rem” dan “penyembuh” bagi bangsa, bukan justru memperdalam ketidakpuasan masyarakat.
“Maraknya demonstrasi menunjukkan adanya kegelisahan publik terhadap kebijakan atau ketidakadilan. Jika tidak dikelola dengan dialog sehat, hal ini bisa menimbulkan keresahan sosial yang berimbas ke sekolah”, ujar peraih dua gelar doctor ini mengingatkan.
Pada sisi yang lain, Dr Saptono menyatakan, bahwa demonstrasi juga dapat menjadi bahan pembelajaran nyata bagi siswa tentang demokrasi, kebebasan berpendapat, dan partisipasi warga negara, asalkan didampingi dengan pendidikan politik yang sehat di sekolah.
“Demonstrasi adalah hak demokratis, tetapi jika marak tanpa solusi konstruktif, bisa mengganggu stabilitas pendidikan. Maka penting adanya ruang dialog, literasi politik, dan strategi pengelolaan konflik agar aspirasi tersampaikan tanpa mengorbankan proses belajar siswa”, ujar Dr Saptono menjelaskan.
Kepercayaan Diri Sebagai Bangsa
Prof Dr Harjito, M.Hum, Direktut Pasca Sarjana Universitas PGRI Semarang memberikan pernyataan terkait korelasi sistem pendidikan, mutu SDM, dan kesejahteraan rakyat. Dijelaskan, secara umum diakui atau tidak, pendidikan mampu meningkatkan SDM. Karena SDM yang meningkat maka kesejahteraan pun menjadi meningkat. Hal yang perlu disadari adalah adanya perbedaan tingkat kesejahteraan atau dalam bahasa yang mudah gaji dan pendapatan dari masing-masing pekerjaan atau profesi itu berbeda. Profesi tertentu memiliki pendapatan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan profesi lainnya. Dan masing-masing profesi juga memiliki tingkatan lagi atau grade.

“Dalam pandangan saya, profesi guru misalnya memiliki tingkat kesejahteraan yang memadai. Ini juga bergantung pada wilayah, kota atau desa, karena masing-masing wilayah atau daerah memiliki standar hidup yang berbeda. Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan memang dengan peningkatan Pendidikan”, ujar Prof Jito, panggilan akrab Prof Harjito. Karena itu, menurut Prof Jito, Pemerintah dan DPR miliki kewajiban dalam menata dan meperbaiki sistem pendidikan. Keterampilan dan ilmu yang berwawasan ke depan merupakan sesuatu yang sangat perlu diperhatikan, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Diingatkan, nasionalisme Indonesia yang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945 tetap menjadi hal yang utama. “Pendidikan bukan hanya mendidik tentang kepercayaan diri sebagai pribadi, tetapi juga sebagai bangsa. Dan ini perlu diterjemahkan ke dalam berbagai kegiatan dalam system Pendidikan kita”, ujar Prof Jito menambahkan. (pur)