
SEMARANG, derapguru.com — Ketua PGRI Jateng yang juga Wakil Ketua Komite I DPR RI, Dr H Muhdi SH MHum, meminta semua pihak untuk tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan. Termasuk kebijakan tentang sekolah 5 hari atau sekolah 6 hari dalam seminggu.
“Kebijakan ini dulu diambil tergesa-gesa. Sekarang baru berjalan sebentar tiba-tiba mau diubah lagi. Jangan bikin masyarakat bingung,” tutur Muhdi di sela Upacara Peringatan HUT Ke-80 PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) di Kompleks UPGRIS Kampus Gajah Semarang, Selasa 25 November 2025.
Muhdi menambahkan, ada banyak hal yang mestinya dijadikan pertimbangan sebelum mengembangkan kebijakan tersebut. Misalnya, kesempatan bagi orang tua untuk memiliki waktu yang cukup dalam mendidik anak dalam keluarga.
“Orang tua juga punya kewajiban mendidik anak. Jangan semuanya dihabiskan di sekolah atau malah diserahkan pada guru. Orang tua juga harus mendidik anak. Pertimbangkan kesempatan orang tua mendidik anak,” tandasnya.
Termasuk, lanjut Muhdi, kesempatan bagi anak untuk mengembangkan diri. Tidak semua bakat bisa dikembangkan di sekolah. Misalnya, bakat menjadi pemain sepakbola atau bakat-bakat lain yang tak tertampung dalam kegiatan ekstra di sekolah.
“Bakat-bakat yang tak tak dapat tertampung melalui ekstrakurikuler, dapat dikembangkan pada hari Sabtu atau Minggu,” tandas Muhdi.
Di sisi lain, Muhdi juga menyoroti kepentingan guru untuk mengembangkan diri. Dengan sekolah 5 hari dalam sepekan, ada waktu sela dua hari yang dapat dimanfaatkan guru. Satu hari untuk pengembangan diri, satu hari lainnya untuk membangun ruang interaksi dengan keluarga.
Sekadar informasi, Kebijakan sekolah 5 hari dalam seminggu di Jawa Tengah, dimulai pada tahun 2017 lalu. Kebijakan ini menuai pro dan kontra di masyarakat karena berpotensi mematikan pendidikan Diniyah dan TPQ yang rerata dilakukan sore hari seusai sekolah. Setelah sembilan tahun berjalan, program ini akan dihapus dan dikembalikan menjadi sekolah 6 hari per minggu. (za)




