Agenda: Pemecatan Kepala Sekolah Reporter: Tim Redaksi
JAKARTA, derapguru.com — Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, mengkritisi berbagai kasus pemecatan kepala sekolah oleh kepala daerah supaya jangan menjadi cara untuk mencari popularitas semata. Hal tersebut disampaikan Dede Yusuf sebagai pengingat ketika mendapati informasi adanya upaya perlawanan hukum pada kasus mantan kepala SDN Cibeureum 1 Kota Bogor, Nopi Yeni, yang dipecat Wali Kota Bogor Bima Arya karena kasus dugaan pungli.
Dede menilai, apa yang diupayakan Nopi Yeni adalah hak setiap warga negara untuk mendapatkan perlindungan sekaligus kepastian hukum. Oleh karena itulah, Dede meminta semua pihak untuk menghormati hak Nopi Yeni untuk melakukan gugatan terhadap Walikota Bima Arya.
“Pertama, dari sisi hukum adalah hak setiap warga negara melakukan perlindungan hukum ataupun juga, kita sebut saja perlawanan secara hukum, itu hak setiap warga negara,” urai Dede dalam laman resmi DPR RI yang dikutip Minggu 23 September 2023.
Kendati demikian, Dede juga menjelaskan bahwa kepala daerah, berdasarkan undang-undang, dapat merotasi hingga memecat guru yang mengajar di tingkat pendidikan dasar, sehingga pemecatan Nopi dapat dinilai sebagai kewenangan Bima Arya. Hanya saja, Dede turut mempertanyakan bukti dan saksi yang kuat sehingga Nopi dipecat karena dugaan pungli. Dirinya mengingatkan agar ketegasan kepala daerah ditegakan bukan demi semata popularitas semata.
“Saya mengapresiasi kepala daerah yang memberikan ketegasan, tapi saya juga memberikan imbauan agar bukan karena sifatnya popularistis saja. Tapi harus berdasarkan data, apa iya benar? Ada bukti, ada saksi, dan sebagainya,” ucapnya.
Baginya, dugaan pungli yang terjadi saat proses PPDB tidak hanya terjadi di satu sekolah di Bogor. Maka dari itu, ia menilai perlu adanya sistem yang kuat untuk mengantisipasi pungli, bukan kebijakan yang sifatnya sementara. Artinya, kalau mau memperbaiki, perbaiki sistemnya, karena kalau memperbaiki hanya dengan melakukan pemecatan pada katakanlah salah satu oknum, oknum yang lain bagaimana?
“Tentu sebagai kepala daerah bisa mengambil kebijakan yang sifatnya bukan spontan, kebijakan yang hanya sementara. Harus mengambil kebijakan yang memang komprehensif,” pungkas Politisi Fraksi Partai Demokrat itu. (dpr/za)