Home > Populer > Kampus Jerman Bertumbangan, Badai Resesi Mulai Makan Korban

Kampus Jerman Bertumbangan, Badai Resesi Mulai Makan Korban

KAMPUS JERMAN

BERLIN, derapguru.com – Pendidikan tinggi di Jerman rontok dihantam krisis dan badai resesi yang melanda dunia. Krisis yang menghantam Eropa akibat perang dan inflasi yang sulit dikendalikan berdampak buruk pada Negeri Panzer itu hingga sejumlah mahasiswa memilih untuk drop out atau mengundurkan diri.

Sebagaimana dilansir media lokal Deutsche Welle (DW), subsidi pemerintah melalui program beasiswa Federal Student Grants (BAföG) tak lagi bisa diharapkan. Tiap mahasiswa di Jerman mendapatkan beasiswa sebesar 750 euro atau Rp 11,5 juta per bulan. Orang tua mahasiswa juga mendapat bantuan sebesar 219 euro atau Rp 3,3 juta. Tapi bantuan itu tak berarti ketika harga-harga melonjak tinggi.

Melissa, mahasiswa Jerman bercerita, ia tak lagi bisa memasak untuk dirinya sendiri. Mahasiswa jurusan Psikologi itu bertutur, mahasiswa lebih memilih untuk makan di kantin kampus dibanding memasak sendiri karena dinilai terlalu ‘mewah.’

“Kamu bisa membeli makan siang di sini dengan harga 2 atau 3 euro (Rp 30 ribu-Rp 45 ribu),” tuturnya, dikutip dari media lokal Jerman Deutsche Welle (DW), Sabtu 22 Oktober 2022.

Sebelum krisis berlangsung, Melissa biasa menghabiskan 25 euro atau Rp 383 ribu per minggu. Namun harga yang melambung, mengaburkan hal tersebut. “Sekarang aku perlu 35 hingga 40 euro (Rp 536 ribu-Rp 613 ribu) per minggunya untuk masak di rumah,” ungkap mahasiswa di Bonn tersebut.

“Beasiswa itu, sebanyak 400 euro atau Rp 6,1 juta itu akan lari ke harga sewa apartemen. Ditambah lagi, saat tahun ajaran baru mulai, 300 euro atau Rp 4,5 juta juga akan hilang dalam sekejap untuk biaya kuliah. Makanan adalah hal pertama yang aku tabung,” ujar Melissa.

Paruh Waktu

Berkat kenaikan biaya hidup, tidak jarang mahasiswa mengambil sampai dua kerja paruh waktu atau part time untuk membiayai studinya. Hal ini diungkap oleh Rahel Schüssler dari Free Association of Students, asosiasi sepertiga total mahasiswa yang sedang belajar di Jerman.

“Kamu hanya bisa bekerja jika ingin lanjut belajar. Namun karena bekerja, kamu akan kesulitan untuk belajar,” ucap Schüssler.

Tidak ada data resmi mengenai berapa banyak mahasiswa yang mengundurkan diri selama dua tahun terakhir ini. Tapi Schüssler mendengar banyak mendengar mahasiswa yang ekonominya terhimpit hingga memutuskan mengundurkan diri.

“Banyak mahasiswa yang memutuskan untuk drop out karena krisis. Bahkan, mereka tak hanya mencari kerja paruh waktu, tapi juga bekerja 40 jam seminggu,” ungkapnya.

Kenaikan Tak Cukup

Pemerintah Jerman dikabarkan sudah menaikkan 5,75 persen untuk bantuan siswa sejak tahun ajaran 2022/2023. Tapi hal ini tidak banyak membantu. Inflasi yang menaikkan 10 persen daya tetap memakan kenaikkan tersebut.

Per Oktober 2022, bantuan maksimum bagi mahasiswa sudah naik di angka 934 euro (sekitar 14,3 juta). Schüssler yang juga pekerja sosial di German Parity Welfare Association itu berpendapat, bantuan itu belum cukup.

“Bantuan mahasiswa ini masih berada di bawah garis kemiskinan Jerman,” pungkasnya.

Bukan tanpa alasan, pasalnya di Jerman, seseorang terancam jatuh miskin bila hidup dengan 1.251 euro atau Rp 19,2 juta per bulan. Dengan ekonomi terbatas, penduduk Jerman akan berpikir hingga dua sampai tiga kali sebelum mengirimkan anak mereka ke perguruan tinggi. (dtk/za)

Leave a Reply