BERLIN – Dalam satu dasawarsa terakhir, Jerman mengalami krisis guru. Tahun ini krisis mencapai titik terberat. Sekitar sepertiga guru yang pensiun, sampai tahun ajaran baru dimulai, kekosongannya belum dapat terisi. Bila menggunakan perbandingan, setiap 100 guru yang pensiun hanya terisi sekitar 60 – 70 guru baru. Kondisi ini makin diperparah dengan banyaknya guru yang tidak mau mengajar secara penuh atau memilih mengajar secara paruh waktu.
Krisis guru ini membuat Kementerian Pendidikan Jerman, Sabtu 22 Sepetember 2022, menggelar pameran pendidikan bertajuk “Berlin Day” untuk menginformasikan ada banyak lowongan guru dan tenaga pendidikan di Jerman. Pameran pendidikan terbesar di Jerman ini juga menyasar bagi warga negara lain yang ingin menjadi guru dapat mengetahui dan memahami mekanisme pendidikan di Jerman.
Gejala krisis guru di Jerman sudah dibaca oleh peneliti pendidikan dari kota Essen, Klaus Klemm. Sejak satu dasawarsa lalu Klemm sudah mengingatkan potensi ini. Setiap tahun Jerman membutuhkan 22.000 guru baru. Hanya saja di pasaran kerja untuk guru, tidak terdapat perencanaan yang sistematis melainkan kekacauan.
“Pertanyaan utamanya adalah, mengapa dalam tahun-tahun belakangan ini hanya sedikit orang yang mau menjadi guru? Citra profesi ini sekarang boleh dikatakan sedang terpuruk. Guru dianggap pekerjaan kurang menarik. Belum ada hal-hal yang membuat orang-orang berprestasi untuk melirik pekerjaan guru,” tutur Klemm.
Bagi orang-orang berprestasi, guru sangat tidak menarik bagi mereka yang memang benar-benar ingin berprestasi dan ingin dihargai prestasinya. Karir di bidang keguruan hanya berhenti pada titik itu-itu saja. Padahal, profesi guru membutuhkan orang-orang berprestasi supaya dapat menularkan kemampuannya.
“Berbeda dengan di Inggris atau Kanada, citra profesi guru jauh lebih baik dari di Jerman. Bahkan di kedua negara itu, banyak insinyur, bankir, dan orang-orang yang punya posisi tinggi, sering berganti profesi menjadi guru. Di Finlandia, negara yang menduduki peringkat atas dalam studi perbandingan internasional PISA, hanya siswa terbaik dalam satu angkatan lah yang boleh menjadi guru. Dan ini terjadi karena adanya jaminan terhadap kehidupan para guru,” tandas Klemm. (za)