JAKARTA, derapguru.com – Serangan jantung pada generasi muda terus mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Pada medio 2000 sampai dengan 2016, serangan jantung pada generasi di bawah usia 40 tahun mengalami kenaikan sekitar 2 persen per tahunnya.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dr. Radityo Prakoso, SpJP (K) mengatakan penyakit jantung tidak hanya terjadi pada orang-orang tua, tapi tren menunjukkan terjadi juga pada anak-anak muda.
“Terdapat peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 2% setiap tahunnya dari tahun 2000 sampai 2016. Penyebab utamanya karena peningkatan prevalensi obesitas, darah tinggi, merokok, dan kolesterol tinggi di usia muda. Kunci utamanya ada pada gaya hidup kurang sehat masing-masing orang,” ucap Radityo.
Kementerian Kesehatan sendiri mencatat pada tahun 2013 sampai 2018 terjadi peningkatan mengenai angka kenaikan pengidap penyakit jantung dari 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018. Senada dengan Radityo, faktor yang menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit kardiovaskuler antara lain obesitas, hipertensi, merokok, diabetes, militus, dan kurangnya aktivitas fisik.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr Eva Susanti SKp Mkes, menuturkan pada kisaran tahun 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah penyakit jantung di Indonesia, Kemenkes melakukan penguatan pada layanan primer melalui edukasi penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan meningkatkan kapasitas serta kapabilitas layanan primer.
“Upaya primer yang sudah dilaksanakan pemerintah dalam kasus ini di antaranya penambahan imunisasi menjadi 14 antigen, skrining penyakit penyebab kematian tertinggi, dan pembangunan 171 puskesmas. Untuk proses edukasi, Kemenkes juga mengedukasi masyarakat tentang cara menghindari dan mengobati penyakit jantung di antaranya imunisasi, gizi seimbang, olah raga, anti rokok, sanitasi kebersihan lingkungan, skrining penyakit, dan kepatuhan pengobatan,” tutur Eva Susanti. (Royan Ibagaza/za)