DEMAK, derapguru.com – Kasus-kasus bullying yang terjadi antarsiswa di sekolah, rerata terjadi pada saat jam istirahat. Oleh karena itulah, sekolah diharapkan menyiapkan guru piket untuk mengawasi kegiatan anak-anak pada saat jam istirahat.
Hal tersebut disampaikan Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, dalam “Seminar Nasional Transformasi Guru Dalam Mewujudkan Pendidikan Bebas Tanpa Bullying Untuk Indonesia Maju” yang digelar PGRI Kabupaten Demak, Minggu 13 November 2023.
“Kejadian bullying rata-rata terjadi pada saat (jam) istirahat. Gurunya ada di ruangan, siswanya berkelahi di luar kelas. Maka dari itu, sekolah perlu membentuk guru piket untuk mengawasi perilaku siswa saat jam istirahat,” tandas Dr Muhdi.
Dr Muhdi menambahkan, perilaku bullying juga tidak hanya terjadi antarsiswa. Kadangkala bullying juga dilakukan para guru, entah disengaja ataupun tidak disengaja. Dalam kasus bullying yang dilakukan guru, kasusnya bisa hanya melanggar kode etik, atau bisa juga melanggar kode etik sekaligus melanggar hukum.
“Maka dari itu, para guru sebaiknya jangan sampai melanggar kode etik supaya tidak sampai melanggar hukum. Hindari tindakan-tindakan yang melanggar kode etik. Itu harus dipegang teguh,” urai Dr Muhdi.
Sementara itu, Pakar Psikologi dan Pendidikan, Prof Dr DYP Sugiharto, menyampaikan bahwa perkara bullying dapat terselesaikan apabila kuncinya pada dua hal: ekosistem dan transformasi. Ekosistem artinya ada keterlibatan keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk mengatasi bullying. Sedangkan trensformasi artinya, perlu ada perubahan atau pergeseran signifikan, terutama pada masalah mindset.
“Kalau kita ingin menghilangkan bullying baik di sekolah, kantor, atau masyarakat, kuncinya ada dua: ekosistem dan transformasi. Ekosistem artinya ada tiga lembaga yang harus ditata, yakni keluarga, sekolah, masyarakat. Ketika lembaga telah ditata, perlu transformasi yang signifikan pada tiga lembaga tersebut,” urai Prof DYP Sugiharto.
Lebih lanjut Prof DYP Sugiharto menuturkan, saat ini lemebaga yang telah menyadari dan melakukan transformasi adalah para guru. Tapi kalau yang melakukan transformasi hanya guru, dapat dipastikan usaha ini tidak akan pernah berhasil. Pasalnya, yang melakukan geser pemikiran hanya guru, sedangkan orang tua dan masyarakat mindsetnya masih sama.
“Kalau yang geser pemikirannya cuma guru, sedangkan mindset orang tuanya masih begitu, ya nggak ketemu. Guru melakukan tindakan tegas mendidik, orang tua menerjemahkannya sebagai bullying. Jadi orang tua dan masyarakat juga harus transfromasi, bila tidak lama-lama gurunya bakal frustasi,” tandas Prof DYP Sugiharto.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Bupati Demak dr Hj Eisti’anah SE, Ketua PGRI Kabupaten Demak H Sapon MPd, dan segenap pengurus serta anggota PGRI se-Kabupaten Demak. (za/wis)