
SEMARANG, derapguru.com — Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr H Muhdi SH MHum, menekankan pentingnya penerapan desentralisasi dan otonomi daerah secara serius agar terjadi percepatan pembangunan di daerah. Percepatan pembangunan di daerah akan mendorong terjadinya peningkatan ekonomi yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Dengan desentralisasi atau otonomi daerah, pertumbuhan di daerah bisa berjalan lebih cepat dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” ungkap Muhdi dalam diskusi penyerapan aspirasi masyarakat bertema Hubungan Pusat dan Daerah (Optimalisasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah) di Meeting Room 6fl Menara Kampus 4 UPGRIS, Senin 21 April 2025.
Muhdi menyampaikan bahwa proses penyerapan aspirasi masyarakat dibutuhkannya untuk melihat bagaimana pandangan dan masukan dari masyarakat tentang desentralisasi dan otonomi daerah. Masukan-masukan yang didapatkan nantinya akan dibawa dalam sidang parlemen yang membahas desentralisasi dan otonomi daerah.
“Penting bagi kami untuk menangkap berbagai persoalan yang ada saat ini, termasuk potensi distorsi yang bisa mengganggu pelaksanaan amanat UUD 1945, khususnya terkait kebijakan desentralisasi dan otonomi,” paparnya.
Dalam acara hasil kerja sama dengan Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia Semarang (UPGRIS) tersebut juga dihadiri narasumber lain, yakni Dr Teguh Yuwono selaku Dekan FISIP Undip dan dimoderatori oleh Dekan FPIPSKR UPGRIS Dr Agus Sutono.
Teguh Yuwono dalam paparannya menyinggung soal kecilnya peran DPD dalam ruang legislasi. Dalam pandangannya, DPD RI memang tidak diciptakan untuk dapat berperan banyak dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
“DPD RI memang diciptakan untuk kecil. Karena dalam undang-undang DPD jumlahnya hanya sepertiga persen. Jadi memang dibuat untuk tidak bisa berbuat banyak,” tutur Teguh.
Bahkan, saat dirinya dalam sebuah forum dengan pakar hukum Prof Hamdan Zoelfa, sang profesor secara blak-blakan mengatakan posisi DPD RI hanya sebagai complementary. Complementary itu apa? Ya sebagai pelengkap penderita. Jadi kalau pelengkap, tidak mungkin komposisinya mencapai di atas 50 persen, DPR bisa kalah kalau voting,” ungkap Teguh.
Bila ingin peran DPD RI lebih menggigit dalam wilayah legislasi, satu-satunya jalan adalah dengan mengubah undang-undang yang mengatur komposisi legislatif. Maka dari itu, dirinya menyarankan agar aspirasi yang diserap DPD RI bisa memiliki pengaruh dalam sidang MPR caranya bukan melalui struktural dan legal.
“Aspirasi yang didapatkan ini, lewatnya bukan struktur dan legal, seperti melalui rapat-rapat resmi. Pendekatannya justru teknokratis fungsional. Disampaikan lewat ngobrol santai sesama legislatif atau jalur-jalur lobi di luar ruang sidang,” tandas Teguh. (za)