Home > BERITA > Chat-GPT ‘Dijinakkan’ Turnitin, AI di China Lebih Gila

Chat-GPT ‘Dijinakkan’ Turnitin, AI di China Lebih Gila

SEOUL — Teknologi Artificial Intelligence (AI) yang mampu membuat produk tulisan essay seperti ChatGPT kini telah mulai dikenal masyarakat luas, dari sekedar mendengar namanya, gaek menggunakannya atau bahkan paham bahwa teknologi ini sebenarnya sudah cukup lama dikembangkan, tetapi kemunculannya baru hype setahunan ini. Terhitung hanya 9 bulan, sejak ChatGPT eksis mengobrak-abrik dunia pendidikan pada awal September 2022 lalu, essay buatan ChatGPT telah berhasil “dijinakkan” oleh Turnitin mulai awal Mei 2023 ini.

Kecepatan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku penggunanya, antara mengembangkan dan meruntuhkan ini, dibaca Dosen PTI UPGRIS Fakultas Pendidikan Matematika dan Teknologi Informasi (FPMIPATI), Arif Wibisono, sebagai fenomena lumrah pada era sekarang ini. Penemuan dan pengembangan teknologi akan terus terjadi, entah dalam bentuk pengembangan teknologi yang telah ada, teknologi yang sama sekali baru atau malah antitesis bagi penemuan sebelumnya.

“Era AI sebagai alat pembuat tugas essay di kampus-kampus memang sudah sedikit dapat direda. Tapi bukan berarti AI semacam ChatGPT terhenti selamanya. GPT sendiri yang berarti Generative Pre-Trained Transformer yang secara harfiah dapat dipahami sebagai sebuah teknologi yang belajar dari pengalaman lampau, tentu saja akan meningkatkan kapabilitasnya, salah satunya yang kemungkinan akan membuat hasil degenerasi kecerdasan mesin ini sulit dideteksi oleh Turnitin,” tandas Arif.

Dosen yang sedang menempuh kuliah doktoral di Sejong University Korea Selatan ini menambahkan, bahwa teknologi AI semestinya tidak ditolak atau disikapi secara negatif oleh dunia pendidikan. Jangan sampai kita mengulang cerita konyol penolakan mesin kalkulator karena dikhawatirkan merusak ilmu matematika. Kecepatan hitung kalkulator memang luar biasa pada saat itu, tetapi beberapa guru, pengajar ataupun praktisi mampu membuktikan dengan metode dan latihan yang tepat, kemampuan analogi, nalar, korelasi dan perhitungan yang dihasilkan otak manusia mampu mengalahkan kalkulator.

“Kalkulator dulu ditentang, sekarang di kelas siswa yang memegang kalkulator dengan siswa yang memiliki kemampuan analogi dan kalkulasi praktis pun membuktikan mampu bersaing, bahkan seringkali mengalah kalkulator itu sendiri, karena kalkulator punya logic sendiri dan operator harus menguasai dengan baik dalam mengoperasikannya, sehingga menghasilkan perhitungan scientific yang mendekati akurat.”

“Sama seperti ChatGPT atau teknologi AI lainnya. Kita sebagai guru mestinya juga harus paham, bagaimana teknologi ini bekerja, sehingga kita dapat menyesuaikan diri dalam metoda pengajaran yang sesuai bagi peserta didik kita, kemampuan hafalan, kemampuan eksplorasi pengetahuan dengan mesin kita pasti kalah, karena mesin memiki memori yang besar dan kuat, tetapi kemampuan analogi, logika dan kemampuan berpikir seperti computer atau computational thinking mestinya digalakkan dan diteraokan dalam kelas-kelas pembelajaran kita. Setiap teknologi baru mestinya disikapi sebagai tantangan dan peluang, karena semangat dasar para pengembanganya adalah untuk memudahkan kehidupan manusia,” tandas Arif.

Beberapa negara sudah mulai melihat AI sebagai sebuah peluang untuk digali dan dikembangkan,
Lebih lanjut Arif menuturkan, negara yang begitu cerdas menyikapi perkembangan teknologi AI adalah Tiongkok. Di Negeri Tirai Bambu tersebut, AI dkembangkan secara maksimal pada bidang Pendidikan bahkan telah sampai keruang-ruang kelas pembelajaran.

“Di Tiongkok, semasa pandemi lalu, mereka berhasil mengembangakan perangkat pembaca gelombang otak (brain signal reader) yang dikemas dalam alat semacam bando dan terhubung dengan device antarmuka berteknologi AI yang bisa mengukur tingkat konsentrasi siswa di kelas. Terlihat sepele bagi kita, tetapi kemungkinan beberapa peneliti pendidikan disana melihat bahwa ada korelasi antara daya konsentrasi siswa dengan kemampuan adaptif siswa dalam menerima pembelajaran dikelas, sehingga metode pengajaran dan ritme pengajaran guru dikelas bisa disesuaikan dengan kemampuan siswa, sehingga serapan pembelajaranpun bisa terukur dan kedepan bisa dievaluasi dan ditingkatkan” tandas Arif.

Teknologi AI, lanjut Arif, sebenarnya sangat bermanfaat bagi kita diranah pendidik, janganlah kita merasa tersaingi, tetapi justru mawas diri dan memanfaatlkan dengan sebaik-baiknya teknologi ini, terlebih bisa turut mengembangkannya demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

“Kedepan teknologi AI akan banyak mendominasi di berbagai sendi kehidupan. Beberapa negara bahkan saling berlomba untuk menjadi yang pertama dalam menemukan dan memanfaatkan teknologi ini dengan sebaik-baiknya. Bagi kita tak ada pilihan selain turut serta menyongsong era baru ini, dan beradaptasi dengan baik agar tidak tereliminasi oleh kemajuan itu sendiri,” tandas Arif (za)

You may also like
H Harimurti Terpilih Sebagai Ketua PGRI Kendal Secara Aklamasi
PGRI Jateng Kirim 75 Tangki Air Bersih ke Pati
Rektor UPGRIS: Duduk Di Bangku Kuliah Adalah Kesempatan Istimewa
6783 Mahasiswa Baru Ikuti Kuliah Perdana UPGRIS

Leave a Reply