
SEMARANG, derapguru.com — Menjadi pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) jangan hanya mengajari para bule bahasanya saja. Tapi sebaiknya para bule tersebut diajari pula tentang budaya-budaya yang ada di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Pakar BIPA dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof Dr Kundharu Saddhono MHum, dalam Seminar Nasional Literasi IX (Semitra IX) yang digelar Prodi PBSI FPBS UPGRIS secara daring, Rabu 8 Oktober 2025.
“Jangan hanya bahasanya, tapi juga budayanya. Misalnya, ketika kita mengajar menulis dan berbicara, kita bisa masukkan topik-topik tentang batik, kamu, kuliner, dan lain-lain,” urai Prof Kundharu.
Prof Kundharu menambahkan, untuk memasukkan budaya lokal dalam pengajaran BIPA, yang diambil adalah budaya-budaya yang dikuasai dan dekat dengan sekitar kita. Hal-hal yang terkait dengan budaya lokalitas inilah yang justru menarik bagi penutur asing.
“Di Yogya ya pakai budaya Yogya. Kalo di Semarang ya yang terkait dengan budaya yang dekat dengan Semarang. Materi-materi ini akan membuat mereka senang karena ada aspek budayanya,” urainya.
Terkait dengan materi kebahasaan yang harus diajarkan, Prof Kundharu menyampaikan bahwa materi yang diberikan sebaiknya menyesuaikan dengan peruntukannya. Ada beberapa alasan bagi orang-orang asing untuk mempelajari bahasa Indonesia.
“Ada yang untuk kepentingan studi atau akademik. Ada pula untuk kepentingan kerja. Dan ada pula untuk kepentingan ngobrol saja. Para isteri pekerja asing di Jakarta sana, banyak yang belajar bahasa Indonesia hanya untuk kepentingan bisa ngobrol. Jadi harus disesuaikan dengan peruntukannya,” tandasnya.
Kaprodi PBSI FPBS UPGRIS, Dr Eva Ardiana Indrariani MHum, menyampaikan bahwa Seminar Literasi–yang disingkat Semitra–ini merupakan seminar rutin tahunan. Seminar ini selalu mengangkat tiga tema besar secara bergantian pada setiap tahunnya, yakni kebahasaan, kesastraan, dan pendidikan.
“Ini gelaran untuk yang kesembilan kalinya. Tahun ini mengangkat topik Pembelajaran BIPA,” tandas Eva. (za)