
PEMALANG, derapguru.com — Jangan lagi bicara monopoli, kompetisi, ataupun kolaborasi. Bicara ‘monopoli’ Anda ketinggalan tiga langkah. Bicara menang ‘kompetisi’ Anda ketinggalan dua langkah. Dan bicara ‘kolaborasi’ Anda ketinggalan satu langkah.
Ini adalah saatnya bicara ‘membangun ekosistem’. Menciptakan atau memelihara suatu sistem yang saling terhubung dan berinteraksi secara harmonis, untuk mencapai keseimbangan, keberlanjutan, dan produktivitas, di mana semua komponen (makhluk hidup dan tak hidup) bekerja sama untuk tujuan bersama.
Pesan penting tersebut disampaikan Ketua PGRI Jateng yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr H Muhdi SH MHum, saat memberikan materi dalam acara “Pelantikan Pengurus Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia Wilayah Jawa Tengah” di Hotel R-Gina Pemalang, Minggu 20 Desember 2025.

“Sekarang untuk sukses sudah tidak cukup hanya dengan modal monopoli, kompetisi, dan kolaborasi. Ini adalah era di mana sebuah kesuksesan itu harus benar-benar dipersiapkan, dirancang, dijalankan dan dibangun secara bersama, serta dipikirkan bagaimana sustainbilitas-nya atau keberlanjutannya,” ungkap Muhdi.
Muhdi menambahkan, pada era yang bergerak begitu cepat ini, tidak ada sesuatu yang benar-benar bebas dari ancaman disrupsi, termasuk kehebatan JSIT yang saat ini terlihat begitu dominan dalam mengelola pendidikan. Disrupsi adalah perubahan besar dan fundamental yang mengganggu tatanan lama (sistem, industri, kebiasaan) dan menggantinya dengan yang baru, seringkali didorong oleh inovasi teknologi digital yang menghasilkan cara yang lebih efisien, mudah, atau berbeda.
“Disrupsi adalah keniscayaan yang bisa menggeser apapun, menggantikan apapun, dan menghantam siapapun. Ini memang tantangan besar hidup pada era ini. Tidak ada yang benar-benar bebas dari ancaman disrupsi,” tandas Muhdi.

Untuk apat bebas dari ancaman disruptif, lanjut Muhdi, setiap individu atau lembaga harus membiasakan diri berpikir Habits of Mind’ (HoM). Setidaknya ada sepuluh kebiasaan berpikir yang perlu dibangun agar dapat berjalan otomatis ketika kita menghadapi sesuatu.
“Ada sepuluh ‘habits of mind’ yang harus dibiasakan agar berjalan otomatis dalam diri kita. Pertama, membiasakan berpikir secara fleksibel, tidak kaku. Kedua, membiasakan diri bertanya atau mempertanyakan sesuatu yang baru supaya menguasainya. Ketiga, membiasakan diri untuk mendengarkan, bukan sekadar mendengarkan, tapi mendengarkan yang empatik,” urai Muhdi.
Kelima, membiasakan diri menyelesaikan masalah secara efektif, tidak bertele-tele, apalagi menimbulkan banyak ekses. Keenam, belajar membangun komunikasi yang etis dengan siapapun. Ketujuh, membiasakan semua indera untuk mengambil informasi, agar kita bisa mendapatkan informasi maksimal sebelum membuat keputusan.
“Kesembilan, membiasakan mencoba cara berbeda untuk menghasilkan ide-ide baru ketika cara berpikir lama (cara lama menyelesaikan masalah) mengalami kebuntuan. Dan, kesepuluh, bersikap terbuka dan mencoba terus menerus sebagai wujud sikap pantang menyerah dalam menghadapi tantangan,” pungkas Muhdi. (za)




