JAKARTA, derapguru.com – Ada ironi dalam dunia pendidikan yang menjadi sorotan bagi Wakil Ketua DRP RI Koordinator Bidang Kesejahteraan, Muhamimin Iskandar, yakni gencarnya pemerintah menggenjot pembangunan gedung tapi ketersediaan guru malah menjadi krisis berkepanjangan.
Muhaiman mengatakan, tanpa gedung sekolah dan kurikulum pun selama ada guru yang bagus, berkualitas dan berdedikasi, proses pendidikan akan dapat berlangsung dengan baik.
“Ya karena kita tahu guru yang bagus bisa mengajar di mana saja, di rumah warga, di balai desa, atau bahkan di bawah pohon, tanpa terpaku pada bangunan sekolah. Mereka juga dapat membuat kurikulum sendiri sesuai kebutuhan setempat. Tapi kalau gurunya kurang, ya susah,” urai Muhaimin dalam berita rilisnya, Kamis 22 Desember 2022.
Muhaimin lantas mendorong Kemendikbudristek untuk mengevaluasi permasalahan di sektor pendidikan saat ini, khususnya terkait krisis guru. Muhaimin menilai guru merupakan unsur utama dalam pendidikan.
“Guru itu inti dari pendidikan. Tanpa mereka saya kira sistem pendidikan kita nggak akan jalan. Tentu saya prihatin kita sekarang ini mengalami krisis guru, padahal guru unsur utama dalam pendidikan,” kata Gus Muhaimin.
Lebih lanjut Muhaimin meminta Kemendikbudristek untuk segera menyusun solusi jangka menengah dan jangka panjang untuk mengatasi krisis tersebut, mengingat penyediaan guru bukan hanya untuk sekolah negeri, tapi juga untuk sekolah swasta.
“Kendali perbaikan tentu saja ada di tangan pemerintah. Misalnya memperbaiki rekrutmen guru PPPK, manajemennya harus diperbaiki lagi. Seleksi guru harus mengedepankan kualitas dan kapasitas mumpuni,” ungkapnya
Menurutnya pemerintah perlu mencontoh pola rekrutmen guru secara berjenjang di kalangan santri, sehingga kualitas pendidikan di Pesantren tetap terjaga hingga saat ini. Pesantren itu para gurunya berangkat dari santri biasa, lalu dipilih yang paling potensial untuk mengajar.
“Coba contoh Pesantren, guru-guru di sana awalnya ya santri biasa, ikut sorogan, ngaji kitab. Tapi seiring proses pendidikan yang panjang, di antara ribuan santri-santri itu kelihatan yang potensial, cerdas, alim. Mereka-mereka itu lalu diamanahi untuk mengajar,” tutur Muhaimin.
Cara pemilihan santri ini, menurut Muhaimin, juga bisa diterapkan dalam proses seleksi guru nasional. Pasalnya, sarjana pendidikan Indonesia banyak sekali, yang berprestasi juga sangat banyak, tentu bisa diberdayakan tanpa proses seleksi yang rumit. (za)