
SEMARANG, derapguru.com — Jurnal predator terus-menerus menjadi masalah bagi para akademisi. Mereka menawarkan kemudahan, tapi setelah terbit jurnal tiba-tiba raib. Oleh karena itu, para akademisi harus paham dan mampu mendeteksi jurnal-jurnal yang terindikasi predator.
Hal tersebut disampaikan Editor in Chief Psikohumaniora, Baidi Bukhori, dalam “Workshop Penulisan Artikel Ilmiah Bereputasi Internasional” yang digelar Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPGRIS di Meeting Room 2fl Menara Gedung Pusat (GP) UPGRIS Kampus Cipto Semarang, baru-baru ini.
“Ada beberapa ciri-ciri jurnal predator bila kita cermati mengamatinya. Pertama, mengklaim sebagai publikasi akses terbuka, tapi tidak memberikan review memadai atau tingkat peer review yang dijanjikan,” urai Baidi.
Kedua, mengiklankan faktor dampak (impact factor) yang tinggi. Ketiga, biasanya mampu menjadwal publikasi yang tidak realistis, misal sebulan bisa terbit berkali-kali. Keempat, menerbitkan semua artikel yang berbayar meski berkualitas rendah dan tidak sesuai topik.
Kelima, artikel yang terbit banyak mengalami kesalahan bahasa karena biasanya tanpa melalui proses penyuntingan bahasa. Keenam, orang-orang dalam dewan redaksi bila dicek tidak pernah ada atau tidak menyadari bila mereka berposisi sebagai pengelola jurnal.
“Yang sering terdekteksi, mereka sering meniru nama atau situs web jurnal terkenal yang sah. Mereka juga agresif menghubungi penulis potensial melalui email. Dan sering menampilkan kantor berada di salah satu negara tapi tidak mencantumkan alamat jelas,” ungkap Baidi.
Tingkatkan Jurnal
Sementara itu, Dekan FIP UPGRIS, Dr Arri Handayani SPsi MSi, menyampaikan bahwa kegiatan ini sengaja digelar untuk menambah pengetahuan dan pengalaman para dosen untuk menembus jurnal ilmiah bereputasi internasional.
“Harapannya, para dosen dapat menyerap ilmu yang diberikan. Segera menulis artikel, submit, revisi, accepted, lalu terbit di jurnal bereputasi internasional,” tutur Arri. (za)




