
SEMARANG, derapguru.com — Permainan tradisional seperti Gobag Sodor, Engklek, dan Engrang, tanpa kita sadari ternyata sarat dengan gerakan olahraga. Berbagai macam gerak fisik yang “dibungkus” dengan permainan yang gembira membuat para pemainnya tidak sadar bila mereka telah melakukan kegiatan olahraga.
Ternyata, selain bisa menjadi bagian dari kegiatan olahraga, permainan tradisional juga bisa menjadi alat untuk menanamkan pendidikan karakter. Konsep inilah yang diperkenalkan Tim Dosen UPGRIS yang terdiri atas Dr Agus Sutono SFil MPhil, Dr Galih Dwi Pradipta MOr, Rahmat Sudrajat SPd MPd, dan Dr Osa Maliki MPd.
Dengan mengusung tajuk kegiatan “Pengembangan Pendidikan Karakter melalui Olahraga Tradisional di Sekolah Dasar Muhammadiyah 8 Kota Semarang”, mereka menyisipkan pengajaran pendidikan karakter dalam permainan tradisional.
Ketua Tim Dosen, Agus Sutono, menuturkan tujuan kegiatan ini adalah menghadirkan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, dan berakar pada budaya lokal melalui permainan tradisional sebagai media pembentukan karakter. Program dilaksanakan melalui empat tahapan utama: persiapan dan sosialisasi, pelatihan dan workshop, implementasi kegiatan, serta partisipasi aktif mitra dan lembaga.
“Kegiatan kami lakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama yakni persiapan dan sosialisasi, dilakukan melalui pertemuan antara tim pengabdian dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan. Dalam sesi ini dijelaskan secara rinci tujuan, manfaat, serta rencana kegiatan,” urai Agus Sutono.
Agus Sutono menambahkan, tahap kedua dilakukan dengan pelatihan dan workshop bagi guru olahraga, wali kelas, dan tenaga pendidik lainnya. Narasumber berasal dari ahli pendidikan dan budaya. Materi yang disampaikan mencakup konsep dasar pendidikan karakter, jenis-jenis olahraga tradisional yang sesuai usia anak sekolah dasar, serta strategi integrasi nilai karakter dalam aktivitas olahraga.
“Pelatihan ini menghasilkan peningkatan pemahaman guru mengenai metode pembelajaran berbasis budaya lokal dan tersusunnya modul sederhana untuk pembelajaran berkarakter,” urai Agus Sutono.
Selanjutnya, lanjut Agus Sutono, program memasuki tahap implementasi kegiatan. Berbagai permainan tradisional seperti gobak sodor, engklek, benthik, dan egrang dilaksanakan secara rutin dalam pembelajaran olahraga serta kegiatan ekstrakurikuler. Permainan disesuaikan dengan usia dan lingkungan sekolah.
“Hasil observasi menunjukkan peningkatan perilaku positif siswa, seperti kerja sama antarsesama, disiplin mengikuti aturan permainan, dan rasa tanggung jawab dalam menjaga peralatan. Guru juga menilai bahwa penanaman nilai karakter lebih efektif melalui aktivitas yang menyenangkan dan menantang,” urainya.
Sebagai tahap penutup adalah partisipasi mitra dan lembaga. Pihak sekolah berperan aktif dalam penyediaan fasilitas dan pengaturan jadwal, sementara tim pengabdian dan narasumber memberikan pendampingan serta evaluasi berkala. Kolaborasi yang terjalin menjadi faktor penting keberhasilan program. (za)




