
Derapguru.com – Semarang, 9 Nov. 2025.
— Suasana kelas V SD Negeri Sambiroto 02 Semarang mendadak berubah tegang dan penuh rasa penasaran. Seorang guru muncul di depan pintu kelas, mengenakan rompi dan helm bertuliskan PLN. Murid-murid sontak bersorak.
“Bu… kok cosplay PLN?”
“Aku petugas hari ini. Kita akan membahas energi listrik dan energi alternatif!” jawab Chitra Sintarani, S.Pd., M.Pd., sambil tersenyum penuh energi. Beliau adalah Juara Lomba Kreativitas Pembelajaran Mendalam PORSENIJAR Tahun 2025.
Sejak menit pertama, pembelajaran tampak berbeda. Tidak ada ceramah panjang. Tidak ada hafalan definisi. Yang ada justru drama keseharian tentang listrik di rumah, tagihan listrik yang tiba-tiba naik, kipas yang lupa dimatikan, dan kebiasaan kecil yang ternyata berdampak besar.
Inilah pembelajaran berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, Mathematics) dan Project-Based Learning (PjBL) yang dikemas dalam tema “Teknologi Tepat Guna untuk Kehidupan Sehari-hari.”

PLN Turun ke Sekolah: Energi Terbarukan Masuk Buku Pelajaran
Tidak sekadar simulasi kelas, SD Negeri Sambiroto 02 menggandeng langsung Petugas PLN UPDL Semarang sebagai narasumber. Kehadiran PLN menguatkan pesan: hemat energi bukan hanya teori — ini adalah aksi.
“Kami ingin murid bukan hanya tahu, tetapi berbuat,” ujar Bu Citra.
PLN memberikan penjelasan tentang:
pentingnya energi terbarukan,
cara kerja panel surya,
dan kenapa hemat energi itu bukan pilihan lagi, tetapi kebutuhan.
Kolaborasi sekolah–industri seperti ini jarang terjadi pada jenjang sekolah dasar. Namun Sambiroto 02 membuktikan: siswa kecil bisa mengerjakan isu besar jika diberi ruang dan kepercayaan.
Flipped Classroom: Murid belajar dulu sebelum bertemu guru
Sehari sebelum praktik, murid menonton video pembelajaran melalui grup WhatsApp kelas. Mereka diminta membuat rangkuman.
Di kelas, waktu tidak dihabiskan untuk menjelaskan ulang; murid langsung praktik.
Langkah-langkah pembelajaran:
Menonton video & membuat rangkuman (asinkronus).
Diskusi makna tagihan listrik rumah menggunakan struk listrik asli.
Eksperimen membuat perangkat listrik bertenaga surya.
Suasana kelas tidak kaku. Di papan, murid menempelkan kartu “emosi harian” untuk melatih kepekaan diri — menyadari perasaan adalah bagian dari pembelajaran.
Puncaknya: Murid merakit alat bertenaga surya
Spin wheel digital menentukan proyek tiap kelompok:
— mobil surya,
— rumah mini bertenaga matahari,
— hingga kipas energi surya.
Tidak ada jawaban yang salah. Yang ada: mencoba, gagal, memperbaiki, lalu berhasil.
Ketika panel surya mulai menangkap cahaya, dan lampu kecil itu menyala…
Bang! Ruangan pecah oleh sorak-sorai.
“NYALA BUUUU!”
“Keren! Ini beneran pakai matahari!!”
Momen kecil itu mengubah persepsi murid: energi alternatif bukan lagi konsep di buku, tetapi sesuatu yang bisa mereka ciptakan sendiri.
Aksi Nyata Hemat Energi: Dari kelas, ke rumah, ke masyarakat
Bu Citra bukan hanya menilai pengetahuan. Ia menilai perubahan perilaku.
Setelah proyek selesai, murid:
membuat poster dan stiker hemat energi,
mengajak keluarga mematikan lampu dan AC saat tidak digunakan,
membuat video kampanye hemat energi untuk media sosial,
dan mencatat tagihan listrik bulanan untuk melihat dampaknya.
Anak-anak yang awalnya lupa mematikan kipas, kini menjadi alarm berjalan.
“Mas, lampunya masih nyala!”
“Matikan dulu sebelum main!”
Itulah pembelajaran bermakna: berubah dari dalam, bukan disuruh.
Dampak yang Terukur dan Terasa
Pembelajaran ini menumbuhkan tiga hal:
Kesadaran energi — hemat listrik menjadi gaya hidup.
Keberanian — murid mampu menyampaikan pesan perubahan kepada orang lain.
Kebanggaan — mereka menjadi bagian dari solusi.
Murid bukan lagi objek pembelajaran.
Mereka subjek perubahan.
Guru yang Tidak Hanya Mengajar, Tapi Menggerakkan
Pembelajaran Chitra Sintarani tidak hanya viral di kelas. Video aksi murid dan kegiatan ini diunggah ke YouTube dan mengundang banyak apresiasi dari guru dan masyarakat.

🔗 Video kegiatan lengkap:
PGRI Jawa Tengah mengapresiasi inovasi ini melalui ajang Porsenijar Cabang Kreativitas Pembelajaran Mendalam.
“Ini bukan tentang lomba. Ini tentang murid menjadi agen perubahan energi.”
— Chitra Sintarani, S.Pd., M.Pd.
Murid kecil, dampak besar
Dari kelas sederhana di Sambiroto, murid kelas V sedang melakukan hal yang tidak semua orang dewasa lakukan:
menghemat energi dan menyelamatkan bumi.
Dan mungkin…
perubahan besar memang selalu dimulai dari tangan kecil yang berani mencoba.
Program pembelajaran ini direkomendasikan untuk direplikasi di sekolah lain. Teknologi sederhana bisa melahirkan pembelajaran luar biasa — jika disertai niat baik dan desain yang tepat. (Sapt/Wis)




