
Semarang, Derapguru.com — Ruang Auditorium Gedung Pusat Universitas PGRI Semarang lantai 7 mendadak riuh oleh tepuk tangan panjang. Momen itu terjadi ketika Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Atip Latifulhayat, S.H., LLM., Ph.D., menyampaikan gagasan penting dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Rancangan Undang-Undang Sisdiknas dalam Perspektif Guru dan Dosen Indonesia”, Rabu (22/10/2025).
Dalam paparannya, Prof. Atip mengungkapkan bahwa salah satu poin krusial dalam rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) adalah rencana pengelolaan guru yang akan ditarik ke pemerintah pusat. Menurutnya, langkah ini bukan sekadar bentuk sentralisasi, melainkan upaya strategis untuk menciptakan tata kelola guru yang lebih efektif, adil, dan merata di seluruh daerah.
“Kita ingin menciptakan sentralisasi yang efektif, bukan birokrasi baru yang membebani guru,” tegas Prof. Atip di hadapan ratusan peserta FGD dari kalangan guru, dosen, pengurus PGRI, dan akademisi.
“Selama Ini Menderita dalam Diam”
Usai menjelaskan tujuan kebijakan tersebut, suasana forum yang semula hening mendadak pecah oleh tepuk tangan spontan para peserta. Melihat reaksi itu, Prof. Atip tersenyum dan menimpali dengan kalimat yang kemudian menjadi kutipan paling berkesan sepanjang forum:
“Kok antusias sekali? Jangan-jangan selama ini Bapak Ibu menderita dalam diam.”

Ungkapan itu disambut tawa ringan namun sarat makna—seolah mewakili rasa lelah panjang guru di berbagai daerah yang menghadapi ketimpangan pengangkatan, distribusi, dan pembinaan.
Selama ini, urusan pengangkatan dan mutasi guru masih menjadi kewenangan pemerintah daerah. Namun, mekanisme tersebut kerap menghadapi kendala administratif dan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga pendidik di tiap wilayah.
Efektivitas dan Pemerataan Jadi Tujuan
Dalam paparan yang ditampilkan di layar besar bertajuk “Pengelolaan Guru (1)”, Wamen menjelaskan bahwa usulan perubahan tersebut meliputi restrukturisasi kewenangan pengangkatan, pengendalian formasi, dan distribusi guru, termasuk pengawas sekolah, penilik, dan pamong belajar.
“Persoalan bukan pada jumlah guru yang kurang, melainkan penyebarannya yang tidak merata. Karena itu, pengelolaan guru oleh pusat menjadi solusi agar sistem menjadi lebih efisien dan berdampak,” ujar Prof. Atip.
Ia juga menegaskan bahwa langkah ini tidak menghapus peran daerah, tetapi mengintegrasikan data, perencanaan, dan distribusi secara nasional agar lebih sinkron. Pemerintah daerah tetap berperan dalam pelaksanaan teknis dan pembinaan harian, namun kebijakan strategis ditetapkan secara nasional.
Dari Regulasi Menuju Implementasi
RUU Sisdiknas yang sedang dibahas ini merupakan hasil kodifikasi dari tiga undang-undang utama: UU Sisdiknas 2003, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Melalui penyatuan itu, pemerintah berupaya menghadirkan sistem pendidikan yang lebih terarah dan relevan dengan perubahan zaman.

Wamen juga menyebut bahwa kebijakan pengelolaan guru akan diatur melalui rencana induk pendidikan nasional agar pemerintah memiliki peta jalan yang ajeg dan berkelanjutan.
“Kita ingin guru tidak hanya bekerja keras, tapi juga mendapat kepastian—baik dalam karier, pelatihan, maupun kesejahteraan,” tambahnya.
Respons Positif dari Guru dan Akademisi
FGD yang dimoderatori oleh Dr. Muhdi, S.H., M.Hum., Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus Wakil Ketua Komite III DPD RI, dihadiri pula oleh Dr. H. Abdul Fikri Faqih, M.M. (Komisi X DPR RI) dan Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. (Dewan Pendidikan Tinggi PGRI Jateng).
Para peserta sepakat bahwa usulan ini bisa menjadi momentum baru dalam mengatasi kesenjangan kualitas dan pemerataan tenaga pendidik antarwilayah.
Suasana forum tidak hanya akademis tetapi juga emosional, karena topik ini menyentuh langsung persoalan yang selama bertahun-tahun dirasakan para guru di lapangan. Sentralisasi yang ditawarkan pemerintah dipandang bukan sebagai ancaman, melainkan peluang untuk menyatukan sistem karier dan distribusi tenaga pendidik secara nasional.
Penutup: Momentum Menuju Sistem yang Lebih Adil
FGD yang berlangsung hingga siang hari itu ditutup dengan ajakan kolaboratif dari Wamen agar PGRI dan pemerintah terus berkomunikasi aktif dalam merumuskan detail pasal-pasal RUU Sisdiknas.
“Kami tidak menolak aspirasi apa pun. Justru kami ingin semua masukan guru menjadi bagian dari formulasi kebijakan nasional,” pungkasnya.
Suara tepuk tangan kembali menggema—menegaskan semangat optimisme bahwa kebijakan baru ini bukan sekadar wacana, tetapi langkah menuju tata kelola pendidikan yang lebih adil, efektif, dan berpihak pada guru Indonesia. (Sapt/Wis)





