
UNGARAN, derapguru.com — Ketua PGRI Jateng yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr H Muhdi SH MHum, menyinggung tentang Sigmoid Curve (Kurva S) di hadapan Pengurus YPLP DM dan Pengurus Sekolah PGRI se-Jawa Tengah. Muhdi berharap para pengelola sekolah PGRI benar-benar paham tentang Sigmoid Curve.
Sigmoid Curve adalah kurva berbentuk S yang umum digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan suatu entitas dari mulai fase tumbuh, naik, puncak, menurun, lalu hilang. Dalam dunia organisasi, Sigmoid Curve menekankan sebuah simpulan: bila suatu organisasi tidak ingin runtuh, maka dia harus cepat mengubah target ketika tengah berada pada titik puncak.
“Kalo sudah dua kali jatuh, sulit untuk bangkit lagi. Satu kali gagal bangkit, kurva akan terus jatuh. Dan bila dua kali gagal bangkit, kurva akan menggulung. Bila sudah menggulung, mustahil untuk di selamatkan,” tutur Muhdi dalam Rapat Kerja YPLP DM di Griya Persada Convention Hotel & Cottage Bandungan Kabupaten Semarang, Sabtu 26 Juli 2025.
Muhdi berharap, melalui kegiatan ini para pengurus YPLP DM dan pengelola sekolah memiliki ide-ide kreatif dan inovatif dalam membesarkan atau membangkitkan sekolah PGRI. Pasalnya, saat ini, antara sekolah yang besar dan sekolah yang ‘sakit’ lebih banyak yang dalam kondisi sakit.
“Di satu sisi banyak yang masih belum bisa bangkit. Tapi ada juga beberapa sekolah yang siswanya mencapai seribu lebih. Bahkan, di Pati sana, ada dua sekolah PGRI yang sama-sama besar. Jadi, semua tinggal pengelolaan,” urai Muhdi.
Muhdi juga menyinggung tentang beberapa sekolah lain yang bisa besar dan membanggakannseperti SMK PGRI Kudus yang memiliki gedung sangat mewah. Termasuk pula SMK PGRI di wilayah Pemalang, Kuwu Grobogan, dan beberapa wilayah lain yang sedang mengalami kebangkitan.
“Kami berharap para pengurus YPLP DM dan para pengelola sekolah jangan ragu untuk berinovasi. Pelajari tren sekolah-sekolah yang besar, lakukan inovasi lalu terapkan pada sekolah PGRI. Misal, bila tuntutan masyarakat adalah sekolah plus, sekolah yang diperkuat dengan muatan agama, buat kurikulum serupa. Kalo perlu namanya diubah, tidak selalu menggunakan kata PGRI,” urai Muhdi.
Muhdi mencontohkan, ada kampus bernama Adibuana di Surabaya. Tidak memakai nama PGRI, tapi itu milik PGRI. Kenapa tidak kita melakukan itu. Yang penting yayasannya adalah YPLP DM PGRI Jateng.
“Nama sekolahnya boleh apapun, tapi yayasannya tetap milik PGRI,” tandasnya. (za)