SEMARANG, derapguru.com — Bangsa Indonesia tidak membutuhkan pemikiran yang muluk-muluk dari para akademisi. Bangsa Indonesia lebih membutuhkan pemikiran-pemikiran inovatif yang sederhana tapi langsung dirasakan kegunaannya bagi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Pembina UPGRIS sekaligus Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, dalam acara Silaturahmi Pengurus YPLP PT PGRI Semarang dengan Dosen dan Karyawan Universitas PGRI Semarang yang dipusatkan di Meeting Room 7ft Menara Gedung Pusat Universitas PGRI Semarang, Selasa 7 Januari 2025.
“Lebih baik buat teknologi sederhana tetapi lingkungannya mendapat manfaat dan bisa diproduksi besar-besaran buat masyarakat,” urai Muhdi.
Muhdi kemudian menyinggung negara Tionglok yang para akademisinya banyak melakukan riset inovatif sederhana. Mereka melakukan riset sederhana, memproduksi barang-barang kebutuhan, dan menghasilkan barang-barang yang luar biasa.
“Sekarang mana ada barang yang tidak bisa dibuat Tiongkok. Dari berbagai macam benda sederhana sampai barang berteknologi tinggi sudah bisa diproduksi negara tersebut,” ungkap Muhdi yang juga Wakil Ketua Komite I DPD RI.
Lebih lanjut Muhdi menyinggung paradigma pendidikan tinggi pada pemerintahan baru Indonesia yang mengarah pada pendidikan transformasional. Pola pendidikan ini juga mengarah pada apa yang bisa disumbangsihkan para akademisi.
“Kata kuncinya kontribusi. Kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk masyarakat. Bukan hasil penelitian yang rumit tapi akhirnya hanya berhenti pada jurnal atau buku-buku saja. Melainkan penelitian sederhana yang membawa kontribusi bagi masyarakat,” tandas Muhdi.
Dalam kesempatan tersebut, Muhdi juga memberikan apresiasi pada beberapa dosen yang telah menyelesaikan program doktoral dan dosen yang berhasil meraih gelar prestisius profesor. Muhdi berharap pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang akan lebih banyak lagi doktor dan profesor yang lahir dari kampus UPGRIS. (za)