Tragedi kecelakaan bus pariwisata yang mengangkut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana masih menimbulkan rasa pilu. Sebelas orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam kecelakaan di Subang Jawa Barat. Pasca tragedi ramai-ramai para pejabat dinas pendidikan atau para penguasa wilayah melarang sekolah melakukan kegiatan outing class seperti study tour.
BEBERAPA pemerintah daerah yang melarang dan membatasi outing clasa siswa adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kuningan, Pangandaran, Cirebon, Depok, Bogor, Cimahi, Tangerang Selatan, termasuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah. Disdikbud Jateng misalnya, sampai harus mengeluarkan Nota Dinas Nomor 421.7/00371/SEK/III/2024 tentang larangan sekolah negeri (SMA/SMK) menggelar outing class seperti study tour.
Sekolah yang melanggar akan diberikan sanksi yang tegas. Alasannya, selain berpotensi menimbulkan bahaya seperti kecelakaan di perjalanan, juga berpotensi adanya penyimpangan anggaran oleh pihak sekolah dan tidak berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah.
Sejalan dengan kebijakan dinas provinsi Jawa Tengah, Dinas Pendidikan Kota Semarang, juga meminta satuan pendidikan di wilayah ini tidak melakukan outing class. Imbauan tersebut menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusito, sudah disosialisasikan kepada seluruh satuan pendidikan di Kota Semarang.
Bambang Pramusito menegaskan, tugas utama guru adalah mengajar hingga pelajar menyelesaikan studinya. Kegiatan lain di luar sekolah seperti wisata bukanlah tanggung jawab atau tugas guru.
Praktisi Pendidikan, Dr Ety Syarifah MPd, menyatakan, bahwa kegiatan belajar mengajar yang diadakan di luar kelas adalah yang tidak dapat dilakukan di dalam kelas pada umumnya, kegiatan ini bisa berupa outing class. Outing class ini merupakan media yang paling efektif dan efisien dalam menyampaikan pembelajaran yang bukan didasarkan dari teori saja tetapi juga pembuktian di lapangan secara langsung. Dikatakan, Kurikulum Merdeka prinsipnya adalah memerdekakan pengembangan materi, menambah wawasan, dan pemanfaatan media visualisasi KBM.
“Jadi dalam kurikulum merdeka prinsipnya ya seperti itu. Sementara manfaat yang didapatkan dengan studi lapangan ini di antaranya menyangkut wawasan, budaya, sosial, humaniora da sebagainya”, ujar Dr Etty.
Ditambahkan, bagi anak-anak yang selama ini hanya mengembara lewat media baca atau mungkin sosmed maka dengan study tour mereka bisa melihat secara langsung. Namun menurutnya yang jadi catatan dan harus diperhatikan adalah dasar keterlaksanaan itu benar-benar dengan tujuan yang jelas.
“Dalam kurikulum merdeka ada rumusan tujuan pembelajaran. Misalnya, untuk visualisasi pembelajaran dalam rangka menambah ilmu pengerahuan. Toh ada pepatah Alam Tak Ambang. Jadi Study Tour bukan sekadar rutinitas sekolah, apalagi bisnis oriented. Kalau ini yang
dilakukan ya tidak benar, kasihan saja mereka”, ujar Dr Etty.
Pandangan tidak setuju dengan larangan study tour juga dikemukakan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kudus, Ahadi Setiawan. Kepala SMPN 1 Kudus ini mengatakan outing class seperti study tour itu sebenarnya cukup penting untuk menambah pengetahuan siswa terkait obyek wisata atau tempat-tempat lainnya.
”Siswa itu kan dari semua golongan status ekonomi, kalau ekonomi keluarganya menengah ke atas sudah pasti keluarganya bisa mengajak liburan ke kota-kota lain. Kalau anak yang keluarganya pas-pasan, belum tentu diajak karya wisata oleh keluarganya. Nah, melalui sekolah inilah karya wisata diadakan dan ada pengawasan dari guru-guru. Anak-anak saya dari keluarga kurang mampu dapat mengikuti kegiatan ini. Dengan cara subsidi silang atau sampai pada level pembebasan biaya. Pembayarannya juga dengan sistem menabung, sehingga tidak memberatkan orang tua. Itulah yang dinamakan pembelajaran sekolah dan isyaaallah sebagian besar sekolah sudah menerapkan prosedur seperti itu,” ujar Ahadi menjelaskan.
Menurut Ahadi, siswa perlu memiliki pengetahuan luas, sehingga outing class seperti study tour itu perlu diadakan. Ia pun menanggapi pelarangan study tour di sejumlah daerah.
“Kalau studi tur sekolah dihilangkan, kemudian siswa diam-diam mengadakan sendiri. Terutama untuk jenjang SMA/SMK justru lebih berbahaya, karena tidak ada pengawasan dari guru-guru,” ujarnya.
Ahadi yang juga Ketua PGRI Kabupaten Kudus ini selanjutnya mengungkapkan hal yang perlu dievaluasi adalah pelaksanaanya. Seperti bagaimana kita memilih biro perjalanan, tahun perakitan bus nya, jam terbang PO Bus yang sudah qualified, drivernya juga harus istirahat cukup sebelum berangkat.
”Saya juga kan sebagai kepala SMP 1 Kudus, kalau ada rencana karya wisata, jauh-jauh hari sudah ada planning. Contohnya driver atau sopirnya, tidak mau yang putar balik (habis ngantar wisata malamnya, paginya berangkat). Saya tidak mau, harus ada jeda sehari agar drivernya bisa istirahat lebih dulu,” jelas Ahadi.
Ketua PGRI Kota Semarang, Dr Nur Khoiri MPd, mengaku tidak setuju adanya larangan study tour yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan. Dr Nur Khoiri yang juga Ketua Komite SMAN 11 Semarang ini menganggap larangan itu sebagai kebijakan yang kurang bijaksana dan tergesa-gesa. Jika pelarangan itu dasarnya karena adanya kecelakaan bus yang membawa rombongan siswa seperti yang terjad di Subang beberapa waktu lalu.
Menurut Dr Nur Khoiri kecelakaan itu bukan kesalahan sekolah. Karenammenurutnya pelarangan study tour itu perlu dilakukan kajian mendalam.
“Perlu ada diskusi dengan melibatkan sekolah, komite sekolah, orang tua siswa, dan pihak-pihak terkait lainya”, ujar Dr Nur Khoiri yang juga Wakil Rektor Universitas PGRI Semarang.
Kegiatan outing class seperti study tour menurut Dr Nur Khoiri bukan sekedar untuk mengunjungi obyek-obyek wisata, atau tempat-tempat yang dituju untuk tercapainya tujuan pembelajaran tetapi juga menciptakan kenangan bersama teman-teman sekolahnya.
“Jadi selain untuk tujuan pembelajaran, study tour itu momentum penting bagi siswa untuk menciptakan kenangan bersama teman-temannya,” ujar Dr Nur Khoiri.
Untuk keselamatan perjalanan dalam study tour menurut Dr Nur Khoiri yang perlu diperrhatikan adalah SOP bagaimana memilih biro perjalanan yang baik, bus yang baru, driver yang sesuai ketentuan, dan lain-lain.
Dr Nur Khoiri juga menjelaskan, Pendidikan itu tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah (para guru) dan Masyarakat. Karena adanya partisipasi masyarakat (ortu) untuk mendukung terlaksananya program Pendidikan tidak perlu dilarang.
“Yang diperlukan adalah aturan agar program Pendidikan berjalan optimal, tanpa ada yang merasa dipaksa”, jelasnya. (pur/za)