Agenda: Ngopi Bareng Ketua PGRI Jateng Reporter: Tim Redaksi
PEMALANG, derapguru.com – Madrasah atau ‘sekolah plus’ (baca: sekolah bermuatan agama) berpeluang menjadi leader pendidikan dibandingkan sekolah-sekolah umum. Pasalnya, pada Era Society 5.0 akan terdapat aspek yang akan mengembalikan kejayaan manusia dan agama untuk memimpin sains.
Informasi ini disampaikan oleh Ketua PGRI Jateng, Dr H Muhdi SH MHum, dalam acara “Ngopi Bareng Ketua PGRI Jateng” di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pemalang yang digelar oleh PGRI Cabang Khusus Kementerian Agama Kabupaten Pemalang, Kamis 6 Oktober 2023.
“Inilah kenapa ke depan yang kita butuhkan adalah ‘sekolah plus’. Kompetensimya dapat, soft skillnya dapat. Karena di masyarakat 5.0, akan terdapat aspek yang mengambalikan kejayaan manusia dan agama untuk memimpin sains. Dalam konteks ini yang mendapatkan peluang paling tinggi adalah madrasah,” tandas Dr Muhdi.
Dr Muhdi menambahkan, saat ini banyak madrasah yang fasilitas dan terobosannya melampaui sekolah umum. Mereka sudah menjajagi penggunaan teknologi metaverse dalam pengajaran. Mulai membuka program internasional (menerima siswa dari luar negeri). Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, ada satu madrasah di Malang yang siswa-siswanya selalu panen medali (mendapat medali terbanyak) dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN).
“Kondisi ini berbeda dengan sekolah dalam pengelolaan Kemendikbudristek. Kebijakan penerapan ‘sekolah gratis’ itu sangat membebani sekolah. Sekolah sulit melibatkan partisipasi masyarakat karena khawatir dianggap ‘pungutan’. Di sisi lain, pemerintah juga belum mampu menyediakan fasilitas memadai untuk sekolah berkualitas,” urai Dr Muhdi.
Lebih lanjut Dr Muhdi menambahkan, bila ingin membangun pendidikan berkualitas biayanya memang mahal. Sekolah berkualitas memang mahal. Baru melengkapi sarana prasarana saja sudah mahal. Belum lagi proses pembinaan bakat dan minat siswa.
Karena adanya kebijakan sekolah gratis, dampaknya luar biasa: ekstrakurikuler sekolah mati, sekolah tak memiliki dana pembinaan bakat, tidak bisa berpartisipasi dalam perlombaan untuk mengembangkan mental dan keberanian anak, dan lain-lain. Semua terjadi karena sekolah gratis hanya ditopang dengan dana BOS, sedangkan dana tersebut hanya cukup untuk operasional minimal sebuah sekolah: hanya cukup untuk membuat sekolah asal jalan.
“Banyak sekolah-sekolah negeri tutup karena kalah bersaing dengan sekolah plus. Ini fakta di lapangan. Orang tua lebih memilih sekolah plus atau madrasah unggulan meskipun infaqnya mencapai puluhan juta. Orang tua sadar, investasi terbaik adalah memberikan pendidikan berkualitas pada anak,” urai Dr Muhdi.
Pinggiran
Kendati madrasah berpeluang menjadi leaders dalam dunia pendidikan ke depan, Dr Muhdi juga menyoroti madrasah-madrasah swasta pinggiram yang pendanaannya secara mandiri. Banyak madrasah-madrasah yang jauh dari kata memadai. Madrasah-madrasah yang pengelolaannya asal-asalan. Fasilitasnya sangat kurang. Bahkan, gedungnya pun memperihatinkan.
“Kalau anak-anak sekarang bilang: gedungnya untuk selfie aja tidak pantes. Kalau ada akreditasi ada perpustakaannya lengkap. Sehari setelah akreditasi perpustakaannya lenyap. Bagaimana mau menghasilkan pendidikan berkualitas bila kondisinya begini? Madrasah-madrasah seperti inilah yang perlu mendapatkan perhatian serius dari Kemenag,” tandas Dr Muhdi.
Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Pemalang H Roziqun SAg MPdI, Wakil Ketua PGRI Jateng Rismono MPd, Kabiro Kerohanian Sunan Baedowi MPd, Ketua PGRI Kabupaten Pemalang Mualip SPd MM, Ketua PGRI Cabang Khusus Kemenag Pemalang beserta segenap jajarannya. (za/wis)